TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bercerita telah mengumpulkan informasi dari 14 anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal milik perusahan Cina. Informasi yang didapat, para ABK dipaksa bekerja hingga 18 jam per hari, dan tidak mendapat gaji yang sesuai bahkan tidak digaji.
"Pada siang hari ini saya mengadakan pertemuan langsung dengam 14 ABK WNI kita untuk kembali mendapatkan informasi mengenai apa yang mereka alami selama bekerja di kapal RRT (Republik Rakyat Tiongkok)," kata Retno dalam cuplikan video konferensi pers yang didapatkan Tempo, Ahad 10 Mei 2020.
Beberapa informasi awal yang ia peroleh antara lain ada permasalah gaji. ABK mengaku dibayar tidak sesuai dengan angka yang tertera di kontrak. Ada pula yang mengaku tidak dibayar sama sekali.
Selain itu, menurut Retno, ada pula keluhan mengenai jam kerja yang tidak manusiawi. Rata-rata ABK menjalani jam kerja selama 18 jam per hari. "Keterangan ABK ini sangat bermanfaat untuk dicocokkan dengan informasi yang telah lebih dulu kami terima. Terdapat banyak informasi yang terkonfirmasi, namun ada juga informasi baru yang dapat melengkapi informasi awal yang telah kami terima," tuturnya.
Sebelum bertemu ABK, Retno mengaku telah bertemu dengan penyidik Bareskrim Polri yang juga tengah mendalami kasus ini. Ia menyebut penelusuran informasi juga akan diambil dari pihak-pihak terkait lain selain ABK.
Sebelumnya terkuak insiden meninggalnya tiga orang ABK yang meninggal di kapal milik perusahaan Cina yang jenazahnya dilarung ke laut. Setelah itu Pemerintah Indonesia bergerak untuk mengusut. Kepolisian RI pun telah menyatakan membuka penyelidikan terhadap dugaan perbudakan dan eksploitasi di kapal berbendera Cina ini.
Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) telah memeriksa 14 ABK Indonesia yang telah dibawa pulang ke Indonesia. Dari hasil pemeriksaan awal, kepolisian pun menemukan indikasi terjadinya perbudakan dan eksploitasi terhadap seluruh ABK Indonesia.