TEMPO.CO, Jakarta - Para anggota Komisi Hukum DPR kompak meminta KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengawasi penggunaan anggaran Program Kartu Pra Kerja.
Komisi Hukum menyoroti penunjukan delapan vendor pelatihan online dalam program Pra Kerja tanpa tender dengan anggaran pelatihan mencapai Rp 5,6 triliun.
"Bagaimana bisa terjadi (seperti itu), bagaimana strategi pengawasannya," kata politikus PDIP Arteria Dahlan dalam rapat kerja dengan KPK di Gedung DPR, Jakarta, hari ini, Rabu, 29 April 2020.
Politikus Partai Gerindra Habiburokhman menilai ide program Kartu Pra Kerja sejatinya baik. Namun, pelaksanaannya berantakan.
Maka dia meminta KPK menelusuri pihak-pihak yang diduga mencari keuntungan di balik program yang menyedot anggaran APBN 2020 hingga total Rp 20 triliun tersebut.
"Jangan sampai Pak Jokowi ditipu sama anak kecil," ucap Habiburokhman. "Kami geregetan, Pak. jangan ada yang berani-berani mengambil kesempatan."
Politikus Partai Demokrat Hinca Pandjaitan berpendapat tidak layak pemerintah menunjuk delapan vendor pelatihan online tanpa tender.
"Potensinya sangat besar sekali terjadi penyalahgunaan. Tidak tepat dan tidak berdaya guna meraup keuntungan begitu besar dan tanpa tender," tuturnya.
Adapun politikus Partai Keadilan Sejahtera Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan anggaran pelatihan dalam program Kartu Pra Kerja sebesar Rp 5,6 triliun terlalu besar.
Menurut dia, materi serupa bisa disaksikan di situs YouTube.co.
"Seharusnya kontennya dibuat Kementerian Koperasi dan UKM. Bagikan gratis (kontennya) dan uangnya dipakai untuk modal kerja."
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan KPK menerima semua informasi yang soal program Kartu Prakerja tapi tidak bisa sembarangan menetapkan telah terjadi penyimpangan.
Menurut dia, KPK perlu menggali semua informasi, fakta, dan bukti yang sebelum menyatakan ada tindak pidana korupsi.
"Kami tidak bisa kerja grusa-grusu."