TEMPO.CO, Jakarta-Indonesia Corruption Watch atau ICW menilai penetapan dua tersangka dalam kasus korupsi di Kabupaten Muara Enim bukan prestasi yang membanggakan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi di bawah Firli Bahuri.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, kasus Muara Enim merupakan pengembangan perkara di era kepemimpinan Agus Rahardjo cs. “Kasus ini sejatinya merupakan pengembangan dari kepemimpinan KPK era sebelumnya,” kata Kurnia Ramadhana, Senin, 27 April 2020.
Kurnia berujar KPK di bawah Firli Bahuri belum sekali pun melakukan penindakan yang benar-benar didasari atas penyelidikan baru. Ia mencontohkan operasi tangkap tangan anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dan OTT Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Kedua kasus itu, kata dia, memang dilakukan di awal era Firli. Namun, penyelidikannya sudah dilakukan sejak era Agus. “Keseluruhan kasus ini merupakan pengembangan dari pimpinan KPK era sebelumnya,” kata dia.
Dalam kasus Muara Enim, Kurnia mengkritik KPK yang tidak cukup terbuka dalam proses penyidikan kasus ini. KPK menetapkan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Ramlan Suryadi menjadi tersangka baru sejak 3 Maret 2020. Namun, penetapan tersangka itu tak kunjung diumumkan.
Lalu tiba-tiba KPK melakukan penangkapan pada Ahad, 26 April 2020. Lazimnya, KPK akan mengumumkan penetapan tersangka sebelum melakukan penangkapan dan penahanan. “Pemberian informasi ke publik dalam setiap langkah merupakan prinsip dasar nilai KPK,” ujar Kurnia.
Selain kasus Muara Enim, ICW juga mempertanyakan kelanjutan kasus besar seperti skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, korupsi e-KTP dan bailout Bank Century. Dia bilang, tiga bulan menjabat, kasus itu seolah mandek di era Firli Bahuri. “Belum lagi masih adanya dua buronan yang belum ditangkap, yaitu Harun Masiku dan Nurhadi,” ujar dia.