TEMPO.CO, Jakarta - Enam pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan pedagang eceran mengajukan gugatan class action terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena dianggap lalai menangani penyebaran virus corona di Indonesia. Gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu kemarin, 1 April 2020.
Perwakilan penggugat, Enggal Pamukty mengatakan gugatan tersebut didasari keresahan para pedagang eceran yang mengalami kerugian material dan imaterial karena langkah pemerintah menangani corona. "Suara kritik di media sosial tidak didengar, jadi kami terpaksa melakukan langkah terakhir yaitu mengambil upaya hukum," kata Enggal kepada Tempo, Rabu malam, 1 April 2020.
Enggal mengatakan ada 29 posita dalam gugatan perdata tersebut. Namun kata dia, poin pentingnya terdapat dalam tiga posita, yakni kelalaian Jokowi selaku presiden dalam menangani corona, permintaan ganti rugi material dan imaterial, dan pemberlakuan karantina wilayah.
Penggugat meminta Jokowi menetapkan karantina wilayah sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk daerah yang mengalami kenaikan pasien yang sakit akibat corona (Covid-19).
"Yang terdekat dan terpenting adalah pemberlakuan karantina wilayah atau yang sering kita dengar lockdown. Itu harapan kami, baru kemudian kerugian material itu untuk komunitas kami," kata dia.
Untuk kerugian material, penggugat menghitung besar kerugian senilai Rp 12 juta selama 12 hari. Adapun kerugian imaterial, seperti rasa cemas dan rasa tidak aman, sebesar Rp 12 miliar.
Enggal mengatakan tak ada unsur politik dalam gugatan ini. Ia mengatakan para penggugat juga tidak berafiliasi dengan entitas politik, firma hukum, LSM, atau ormas tertentu. Dia juga mengatakan mereka tak akan mundur dan mencabut guugatan. "Hakulyakin seratus persen tidak akan pernah mundur," kata dia.
Kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret lalu. Hingga kemarin, tercatat ada 1.677 kasus dan 157 orang meninggal, serta 103 orang sembuh.
Pelbagai usulan untuk melakukan karantina wilayah tak disetujui pemerintah pusat. Pemerintah hanya menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang oleh banyak pihak dinilai tak jauh berbeda dengan pembatasan interaksi fisik dan sosial (physical and social distancing) yang sudah dianjurkan sejak 15 Maret lalu.