TEMPO.CO, Jakarta-Meski dihuni oleh orang-orang bekas Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gelora mengklaim diri berbeda dengan PKS.
"Kalau ditanya apa bedanya Partai Gelora dengan PKS, Gelora ini PKS yang mengindonesia," ujar Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfudz Siddiq dalam sebuah acara diskusi di Hotel Atlet Century, Senayan, Ahad, 23 Februari 2020.
Jika PKS berasaskan Islam, kata Mahfudz, maka Partai Gelora berasaskan Pancasila. Partai yang lahir pada 28 Oktober 2019 ini ditargetkan bisa sah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM pada April mendatang dan ditargetkan bisa ikut verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu pada 2020.
Mahfudz berujar partai ini nantinya diproyeksikan bisa merebut segmen pemilih baru, yakni orang-orang yang selama ini golput alias tidak memilih. "Kalau kita lihat data jumlah pemilih tetap Pileg 2019 itu, ada 192,8 juta, tapi pemilik suara sah hanya 139,9 juta. Artinya ada 52 juta suara yang tidak memilih. Segmen inilah yang akan kami ambil, paling tidak 1/4 dari jumlah itu saja sudah bagus," ujar Mahfudz.
Partai sempalan PKS ini resmi dideklarasikan pada 10 November 2019 lalu. Partai Gelora dihela sejumlah mantan tokoh muda berpengaruh di PKS. Di jajaran elite Partai Gelora berdiri antara lain Anis Matta yang didapuk menjadi ketua umum, Fahri Hamzah (wakil ketua umum), dan Mahfudz Siddiq (sekjen). Anis mantan Sekjen PKS, sedangkan Fahri adalah Wakil Ketua DPR 2014-2019 dan Mahfudz pernah menjabat Ketua Komisi I DPR.
Baca Juga:
Sejak awal, Anis Matta sudah menyadari sulit merebut pendukung militan PKS yang relatif sudah solid sejak berdiri pada 1999. Untuk itu, Partai Gelora berencana mengambil ceruk pemilih yang tak berafiliasi dengan parpol tertentu.