TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan pihaknya bakal memberikan jawaban atas hasil telaah berkas penyelidikan kasus Paniai, Papua pada 24 Februari mendatang.
"Nanti Senin lah ya, katanya dikembalikannya," kata Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan pada Jumat, 21 Februari 2020.
Saat ini, berkas penyelidikan hasil investigasi Komnas HAM tersebut masih diteliti kelengkapannya oleh Direktorat Hak Asasi Manusia pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus. Adapun berkas hasil penyelidikan itu telah dikirim pada 11 Februari lalu.
"Kami berharap segera ada proses sampai ke pengadilan. Harapan besar dari korban dan masyarakat Papua secara umum agar kasus ini dapat mendatangkan keadilan," kata Anggota Tim Ad Hoc Kasus Paniai Komnas HAM, Sandrayati Moniaga.
Kasus Paniai ini diketahui berawal pada malam 7 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua. Kejadian ini ditengarai diawali oleh teguran kelompok pemuda kepada anggota TNI yang membawa mobil Toyota Fortuner Hitam tanpa menyalakan lampu. Teguran itu rupanya menyebabkan pertengkaran yang berujung penganiayaan oleh TNI.
Esok harinya, 8 Desember 2014, rombongan masyarakat Ipakiye berangkat menuju Enarotali, mendatangi Polsek Paniai dan Koramil untuk meminta penjelasan. Masyarakat berkumpul di Lapangan Karel Gobai yang terletak di depan Polsek dan Koramil sambil menyanyi dan menari sebagai bentuk protes terhadap tindakan aparat sehari sebelumnya.
Merasa tak mendapat tanggapan, situasi memanas dan masyarakat mulai melempari pos polisi dan pangkalan militer dengan batu. Aparat menanggapi aksi tersebut dengan penembakan untuk membubarkan massa. Lima orang warga sipil tewas dalam kerusuhan ini.
Berselang tiga minggu Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan telah membentuk tim investigasi terkait kasus penembakan warga sipil tersebut. "Tim kecil ini diharapkan bisa mendapatkan data valid dan mencari tahu akar masalahnya seperti apa," kata dia di hadapan para relawan Jokowi di Jayapura, Sabtu, 27 Desember 2014.
Komnas HAM sebelumnya menetapkan kasus Paniai pada 7-8 Desember 2014 sebagai pelanggaran HAM berat. Militer dan kepolisian diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab. Hasil tersebut diperoleh setelah tim ad hoc bekerja dari 2015 sampai 2020.