TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPR Komisi Dalam Negeri dari Partai Gerindra, Sodik Mudjahid, mengatakan Pasal 166 omnibus law Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja soal Peraturan Presiden dapat membatalkan Peraturan Daerah (Perda) yang bertentangan dengan kebijakan pusat, merupakan ruang bagi presiden bersikap otoriter.
“Semuanya pihak harus tetap menjaga demokrasi dan mencegah memberikan ruang kepada pemerintah, kepada presiden menjadi otoriter,” kata Sodik di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 18 Februari 2020.
Sodik mengatakan ia paham soal kebutuhan pemerintah di omnibus law. Meski demikian, ia mengingatkan agar tak membuat fungsi legislasi DPR atau DPRD berkurang. Ia mengatakan jangan sampai RUU Cipta Kerja ini memberikan ruang bagi presiden untuk bersikap otoriter.
Menurut Sodik DPR mengatakan juga melihat pasal-pasal ‘aneh’ yang ada di draf RUU Cipta Kerja. Ia menyebut anggota dewan akan menanyakan hal tersebut kepada pemerintah.
“Tenang saja masih ada waktu di DPR untuk membahas tentang pasal-pasal yang melanggar hierarki Undang-Undang yang memberikan ruang otorisasi, melemahkan demokrasi,” ucapnya.
Draf RUU Cipta Kerja memuat ketentuan bahwa presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 166 draf aturan omnibus law itu. Pasal 166 itu di antaranya mengubah Pasal 251 yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 251 ayat (1) tertulis, perda provinsi dan peraturan gubernur dan atau peraturan kabupaten kota dan peraturan bupati wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dibatalkan.
"Perda provinsi dan peraturan gubernur dan atau perda kabupaten kota dan peraturan bupati wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan peraturan presiden," demikian tertulis dalam ayat (2).