TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian RI telah menerima permintaan daftar pencarian orang (DPO) dari KPK pada 11 Februari lalu terhadap Nurhadi Abdurrachman cs, tersangka kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Dua tersangka lainnya adalah menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan telah menindaklanjuti permintaan KPK tersebut.
“Sudah dibuatkan STR (surat telegram) untuk jajaran agar membantu sebarkan DPO dan pencarian terhadap permintaan DPO tersebut,” kata Sigit pada hari ini, Minggu, 16 Februari 2020.
KPK mengumumkan bekas Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi cs dalam DPO pada 13 Februari 2020 setelah mereka dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan dari KPK.
Nuhadi dkk juga tiga kali tidak hadir pada saat dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi.
KPK sudah mengingatkan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra agar kooperatif dengan menyerahkan diri sebelum dijemput paksa penyidik.
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengingatkan Nurhadi cs bahwa KPK tak segan mengenakan pasal obstruction of justice kepada pihak yang menghalang-halangi penyidikan.
Nurhadi melalui Rezky diduga menerima suap dan gratifikasi mencapai Rp 46 miliar.
Menurut Ali, ada tiga perkara di MA yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi, yakni perkara perdata PT Multicon vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham PT Multicon, dan gratifikasi terkait sejumlah perkara di pengadilan.
Maqdir Ismail, pengacara Nurhadi cs, menyatakan kliennya berada di Jakarta.
Menurut dia, tindakan KPK menetapkan Nurhadi, Rezky, dan Hiendra sebagai DPO sudah berlebihan.
“Tidak sepatutnya seperti itu."
Dia lantas meminta KPK memastikan apakah surat panggilan telah diterima secara patut oleh para tersangka.
“Sebaiknya tunda dulu pemanggilan karena kami sedang mengajukan permohonan praperadilan," tuturnya.