TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj belum mau mengomentari fatwa haram vape atau rokok elektrik yang dikeluarkan Muhammadiyah. Ia mengatakan akan menunggu musyawarah ulama untuk memutuskan hukum seperti itu.
“Kami menunggu musyawarah ulama dulu, kami tidak berani. Tidak sembarangan menjatuhkan hukuman halal, haram, wajib, sunah. Itu tidak sembarangan. Harus melalui musyawarah,” tutur Said di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Sabtu 25 Januari 2020.
Said mengatakan NU pernah mengeluarkan fatwa terhadap rokok, yakni makruh. Namun itu karena sudah ada pertimbangan bahwa rokok dapat mengganggu kesehatan. Sedangkan untuk vape ia belum tahu apakah sama mengganggu kesehatannya seperti rokok atau tidak. “Enggak tahu, enggak tahu saya,” tuturnya.
Sebelumnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram vape atau rokok elektronik. Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid, mengatakan salah satu alasannya adalah faktor kesehatan.
"Merokok elektronik hukumnya adalah haram sebagaimana rokok konvensional, karena kategori perbuatan mengkonsumsi perbuatan merusak atau membahayakan," kata Wawan dalam forum Silaturahmi Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat, 24 Januari 2020.
Wawan mengatakan, seperti rokok konvensional, rokok elektrik juga mengandung zat adiktif dan unsur racun yang membahayakan.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga merekomendasikan kepada pemerintah pusat atau daerah untuk membuat kebijakan yang melarang total rokok elektrik dan tembakau. Termasuk, kata dia, penjualan secara daring, distribusi, iklan, promosi, dan sponsorship.
FIKRI ARIGI | PRIBADI WICAKSONO