TEMPO.CO, Jakarta - Forum Pembela Islam, GNPF Ulama, dan Persaudaraan Alumni 212 mencatat setidaknya 10 poin dalam empat kasus korupsi. Ketua Media Center PA 212 Novel Bamukmin menyebut keempat kasus korupsi itu meliputi kasus kondensat, kasus PT Asuransi Jiwasraya, kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri, dan kasus KPU-PDIP.
"Empat itu justru ditutup-tutupi dan melibatkan inner circle baik sebagai pelaku maupun sebagai aktor intelektual. Maka dari itu kami membuat 10 poin pernyataan sikap." Novel menyampaikannya melalui keterangan tertulis pada Jumat, 24 Januari 2020. Berikut pernyataan mereka:
1. Berbagai kasus Mega Korupsi merupakan modus dalam penyelenggaraan kekuasaan yang zalim, licik, dan rakus.
2. Mendesak seluruh elemen masyarakat melakukan perlawanan terhadap rezim korup, zalim, dan penipu.
3. Mendesak Dewan Pengawas KPK segera dibubarkan karena terbukti menjadi penghambat dalam pemberantasan korupsi dan justru menghalang halangi penuntasan kasus korupsi sebagaimana yang terjadi dalam kasus komisioner KPU dan Sekjen PDI Perjuangan. Termasuk para pejabat yang menutup keberadaan Harun Masiku.
4. Pimpinan KPK saat ini menempatkan posisinya di bawah ketiak penguasa dengan contoh menghadap ke Menteri Kemaritiman dan Investasi yang tupoksinya sama sekali tidak terkait dengan Tupoksi KPK. Seharusnya KPK datang ke Kementerian Kemaritiman dan Invetasi bukan karena dipanggil oleh penguasa, tapi untuk penyelidikan dan penyidikan.
5. Mendesak kasus korupsi kondensat untuk segera dituntaskan dan dilakukan pemeriksaan terhadap pihak penguasa yang berperan dalam meloloskan tersangka Honggo ke luar negeri.
6. Kami mendukung langkah Partai Oposisi untuk membentuk Pansus Jiwasraya gate dan Asabri gate, serta membongkar keterlibatan para pejabat di Kantor Sekretariat Presiden.
7. Mendesak Yasona Laoly segera meletakkan jabatan karena tak pantas dan sangat memalukan seorang menteri tampil menjadi pembela kasus megakorupsi.
8. Mendesak pejabat dan elit partai yang terlibat dalam berbagai kasus megakorupsi segera mundur dan berhenti tampil sebagai tokoh publik. "Anda-anda sudah tidak memiliki legitimasi moral untuk terus berkuasa."
9. Di Jepang, negara yang sama sekali tidak menganut Pancasila sebagai ideologi yang diagung-agungkan, pejabat-pejabat yang terlibat atau bahkan hanya disebut namanya dalam suatu peristiwa Korupsi akan segera meletakkan jabatan dan bahkan harakiri karena sangat malu dengan perbuatan korupsi.
10. Perbuatan korupsi sangat bertentangan dengan Pancasila dan bahkan menginjak-injak Pancasila dengan menjadikannya sebagai alat pemukul lawan politik dan membungkus perilaku koruptif yang anda lakukan.