TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin banjir kritik setelah menyatakan bahwa peristiwa Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, bukan pelanggaran HAM berat. Pernyataan itu dilontarkan Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI pada Kamis, 16 Januari 2020.
"Sudah 20 tahun penyelesaian kasus ini terkatung-katung, pernyataan Jaksa Agung yang keliru itu justru mengindikasikan stagnansi bahkan kemunduran atas penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Muhammad Hafiz lewat keterangan tertulis pada Jumat, 17 Januari 2020.
Faktanya, kata Hafiz, Komnas HAM sudah melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut dan sudah memutuskan bahwa kasus tersebut terkategori sebagai pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan itu pun sudah dikirimkan ke Kejaksaan Agung bersama dengan 11 berkas kasus pelanggaran HAM berat lainnya.
Dengan pernyataan Burhanuddin baru-baru ini, Hafiz mengatakan harapan kasus Semanggi bakal naik ke penyidikan semakin hilang. "Atau malah memilih menutup kasus dan melanggengkan impunitas serta membela pelanggar HAM," ujar Hafiz.
KontraS atau Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mendesak Presiden Jokowi menegur Jaksa Agung ST Burhanudin atas pernyataannya itu. "Berbahaya sekali kalau Presiden tidak ambil sikap untuk menegur Jaksa Agung," kata Deputi Koordinator KontraS Feri Kusuma kepada Tempo hari ini, Jumat, 17 Januari 2020.
Terkait hal ini, istana malah melempar permasalahan kepada Menkopolhukam Mahfud MD. "Nanti Pak Menko Polhukam yang akan memberi jawaban secara langsung," kata Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman di ruang wartawan, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, hari ini, Jumat, 17 Januari 2020.