TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy mengaku pernah didatangi oleh keponakan seorang calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) periode 2019-2023. Menurut Romy, keponakan itu meminta agar bisa menjadi pengurus di PPP.
"Dia mengaku diutus pamannya meminta posisi sebagai Pengurus Harian DPP yang atas musyawarah bersama kolega saya di Partai kemudian dikabulkan," kata Rommy saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Romy mengatakan si keponakan sempat menunjukkan tanda pengenal, bahwa dirinya adalah staf khusus capim ini di KPK. Si keponakan, kata dia, meminta PPP mendukung pamannya. Ada sejumlah janji yang disepakati antara si keponakan dengan partai berlambang Ka'bah itu.
Menurut Rommy, si capim itu akhirnya tak lolos menjadi pimpinan KPK. Ia juga tak tahu apa benar si keponakan memang diutus oleh omnya atau tidak. "Apakah sang komisioner tahu, wallahu a'lam," kata dia.
Rommy menceritakan hal itu untuk menyatakan keberatan atas tuntutan Jaksa KPK yang mendakwa dirinya menjualbelikan pengaruh.
Menurut dia, pasal itu juga bisa diterapkan kepada calon komisioner tersebut. Selain itu, Rommy juga bercerita bahwa dirinya pernah dilobi oleh komisioner KPK periode 2015-2029 supaya didukung PPP.
Romy dituntut 4 tahun penjara dalam kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama. KPK mendakwa anggota DPR ini menerima duit sekitar Rp 400 juta untuk memuluskan terpilihnya Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kakanwil Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi.
Rommy menyangkal mengintervensi. Menurut dia, dukungannya terhadap kedua orang itu merupakan tugas dari anggota DPR untuk menyerap aspirasi masyarakat. "Kalau aspirasi yang saya serap dan himpun dan teruskan kepada pejabat yang berwenang, yang merupakankewajiban selaku pimpinan partai politik, dianggap sebagai pelanggaran pidana, akibatnya bisa fatal," kata dia.