TEMPO.CO, Jakarta - Jajaran Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku masih bingung dengan kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait urusan pergantian antarwaktu (PAW). Sebab, KPU menilai tak ada peluang bagi lembaganya untuk 'bermain' dalam proses PAW.
Komisioner KPU Evi Novida Ginting mengatakan mekanisme PAW sudah diatur dalam undang-undang sesuai dengan sistem proporsional terbuka di mana pemenang pemilu ditentukan berdasarkan suara terbanyak. Daftar pemilik suara terbanyak pun secara terbuka bisa diakses di situs resmi KPU.
"Enggak ada celah untuk main-main dalam PAW ini. Publik sudah bisa melihat calon PAW," kata Evi di kantor KPU, Jakarta pada Jumat, 10 Januari 2020.
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, Wahyu Setiawan tentu sangat memahami prosedur itu. Ia juga tidak pernah ngotot untuk menyodorkan nama Harun Masiku sebagai pemilik suara nomor 5 menjadi PAW dalam setiap rapat pleno KPU.
Dalam prosesnya, KPU tetap mengikuti prosedur dan menetapkan calon yang dianggap berhak sebagai PAW, yakni Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI. Ia memiliki suara terbanyak kedua setelah Nazarudin Kiemas, Caleg PDIP Sumatera Selatan yang meninggal.
Pramono mengaku tidak tahu celah mana yang bisa dipakai Wahyu untuk meloloskan Harun Masiku. "Enggak masuk akal, istilahnya barang enggak masuk, tapi kok transaksi jalan terus," ujar Pramono. "Tapi nantilah mungkin di persidangan ditemukan jawabannya,".
Wahyu kini menjadi tersangka sebagai penerima suap dari caleg PDIP Harun Masiku. Wahyu diduga meminta duit operasional sebesar Rp 900 juta untuk meloloskan Harun menjadi PAW atas caleg PDIP yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.