TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mengatakan wacana mengembalikan pilpres oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan pemilihan kepala daerah diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah korupsi pemikiran. Pasalnya masalah korupsi ada di dalam partai politik.
"Kalau perbuatan yang koruptif gampang mengukurnya, tapi bulan-bulan ini kita mendengar korupsi pemikiran," kata Donal dalam diskusi Reformasi Dikorupsi vs Reformasi Partai Politik di Kebayoran, Jakarta, Jumat, 29 November 2019.
Donal menjelaskan jika sistem pemilihan langsung dianggap berbiaya mahal, sejatinya hal itu akibat dari perilaku partai politik sendiri. Ia mencontohkan isu mahar politik yang dibayarkan seseorang kepada pimpinan partai agar mendapat tiket untuk maju di pemilihan kepala daerah.
"Ini problem mendasar demokrasi. Maka kemarin saya tantang balik Tito (Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian) kalau mau balik ke DPRD tapi reformasi dulu partai politik," ujarnya.
Menurut Donal, bagaimana pun desain pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden, kalau partainya tidak direformasi hanya bakal mengeser-geser masalah saja. Ia mencontohkan jika pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD, misalnya, biaya politik juga tetap mahal. Hanya yang melonjak adalah biaya informal, bukan anggaran formal.
"Kalau yang diformalkan, kan, jelas. Bisa lihat derajat keuangan KPU, yang gede, kan, informal cost-nya," ucap Donal.
Menurut dia, calon kepala daerah bakal rela mengeluarkan uang ratusan miliar untuk membayar pimpinan partai politik agar didukung saat pemilihan oleh parlemen.
"Bayangkan kalau studi Mendagri untuk jadi gubernur butuh Rp 100 miliar untuk kursi yang abu-abu, belum jelas, apalagi kalau kursi yang jelas bisa diduduki. Orang gak keberatan mengeluarkan Rp 200 miliar, Rp 300 miliar atau bahkan Rp 500 miliar," tuturnya.