TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dan pemilu Ray Rangkuti menyebut rencana pemerintah mengevaluasi Pilkada langsung, akan meningkatkan ancaman dari sistem oligarki partai. Menurutnya bila Pilkada dikembalikan menjadi tidak langsung, atau dipilih oleh parlemen, partai politik bisa sewenang-wenang.
"Kalau ini dikembalikan kepada partai ya oligarki lagi. Partai yang akan menentukan semuanya," kata Ray saat dihubungi, Ahad 10 November 2019.
Ia mengatakan jika pilkada tidak langsung benar-benar dikembalikan, maka masyarakat harus tunduk pada keputusan partai politik. Partai pun bisa seenaknya bagi-bagi jabatan dan posisi.
Sebelumnya menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian menyatakan ingin mengkaji pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Menurut Tito, sistem politik pilkada langsung yang sudah berjalan selama 20 tahun belakangan ini perlu dievaluasi. Dia menuturkan sistem tersebut bermanfaat bagi partisipasi demokrasi, tetapi juga memiliki sisi negatif.
"Kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati mana berani dia," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 November 2019.
Ray menyebut tak bisa menerima alasan politik uang dan biaya tinggi tersebut. Mengembalikan pilkada tidak langsung, kata dia, tidak setimpal dengan ongkosnya, yakni mengorbankan partisipasi publik.
Menurut Ray, saat ini banyak kepala daerah yang berkinerja lebih baik ketimbang dulu, sebelum dipilih oleh publik. "Bisa baik karena masyarakat melakukan seleksi," kata dia.