INFO NASIONAL — Kemacetan lalu lintas menjadi salah satu masalah di banyak kota besar di dunia. Tak terkecuali di Jakarta. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta dalam kurun waktu dua tahun ini, bekerja keras mencari upaya untuk mengurangi masalah tersebut.
Kerja keras dan cerdas tersebut membuahkan hasil yang dibuktikan dengan adanya penurunan kemacetan di Jakarta hingga 8 persen pada tahun 2018. Angka tersebut berdasarkan laporan TomTom Traffic Index, lembaga pengukur tingkat kemacetan di dunia.
“Level kemacetan berkurang dari 61 persen menjadi 53 persen,” demikian pernyataan TomTom Juni lalu. Ranking kemacetan Jakarta turun ke posisi nomor tujuh dibanding tahun 2017 di posisi empat di antara kota-kota besar dunia. Tingkat kemacetan Jakarta berada di bawah Moscow, Rusia (urutan ke-5) atau Istanbul, Turki (urutan ke-6). Kota Mumbai, India menduduki urutan pertama dengan level kemacetan 65 persen.
Laporan TomTom tentang Jakarta menyebutkan tahun 2018, lama perjalanan berkendara saat lalu lintas macet akan bertambah rata-rata sebesar 38 menit per jam pada pagi dan 52 menit per jam di sore hari. Sementara tahun 2017, lama perjalanan di pagi hari saat macet sekitar 44 menit dan 60 menit di sore hari.
Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB), pada September lalu juga mengeluarkan laporan terbaru mengenai kota termacet di 45 negara Asia anggota ADB. Jakarta menduduki posisi 17 di daftar 20 kota yang memiliki populasi penduduk lebih dari 5 juta jiwa. Bandung di peringkat ke-14 dan Surabaya di urutan ke20. Berdasarkan laporan tersebut, tingkat kemacetan di Bandung paling tinggi dibanding Jakarta dan Surabaya.
Menanggapi laporan TomTom, pihak Dinas Perhubungan menjelaskan, Pemprov DKI melakukan tujuh langkah inovasi sejak 2017.
Pertama beroperasinya beberapa underpass dan flyover seperti underpass Matraman dan Kuningan. Kedua, penutupan perlintasan sebidang Kereta Api di Tanjung Barat dan Pasar Gaplok Senen. Ketiga, kebijakan ganjil genap dengan area yang diperluas dan waktu yang diperpanjang. Keempat mendesain ulang Jalan Thamrin dan Sudirman sehingga semakin lebar tanpa jalur lambat.
Kelima, Program Jak Lingko yang merangkul angkutan umum dalam manajemen Dinas Perhubungan DKI. Ini membuat kota tidak menunggu penumpang di sembarang tempat karena adanya sistem rupiah per kilometer. Berikutnya membuka rute-rute baru yang dilayani Transjakarta dan mengintegrasikan dengan MRT dan LRT. (*)