TEMPO.CO, Jakarta-Komisi Perlindungan Anak Indoneisa (KPAI) mendorong Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk mengembalikan pendidikan ke pemikiran awal Ki Hajar Dewantara. Hal ini disampaikan KPAI terkait salah satu misi Mendikbud Nadiem Makarim yang akan melakukan link and match peserta didik di jenjang sekolah menengah kejuruan atau vokasi menuju dunia industri dan lapangan pekerjaan.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti menjelaskan pemikiran Ki Hajar menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses pembudayaan, suatu usaha memberikan nilai luhur yang tidak hanya bersifat pemeliharaan, namun juga turut memajukan serta mengembangkan kebudayaan menuju keluhuran hidup manusia.
Retno mengingatkan ungkapan Tut Wuri Handayani bukan sekedar semboyan populer, melainkan adanya pemikiran Ki Hajar Dewantara yang digunakan, yaitu pendidikan yang memerdekakan. "Dan itu bukan semata-mata mencari pekerjaan, tapi menajamkan pikiran dan menghaluskan nurani peserta didik," kata Retno di kantor KPAI, Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019.
Lebih lanjut Retno menuturkan Ki Hadjar Dewantara membedakan antara sistem Pengajaran dan Pendidikan yang memerdekakan manusia secara lahir dan batin. "Relevan untuk segala zaman."
Pada sistem Pengajaran, kemerdekaan manusia dilihat dari aspek hidup lahiriah, yaitu kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan pendidikan, lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin, yaitu otonomi berpikir, mengambil keputusan, martabat, dan mentalitas demokratik.
Manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Menurut Retno, itu mengartikan bahwa sistem pendidikan mampu menjadikan setiap individu hidup dan berpikir mandiri.
Retno menjabarkan, menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebagai pendidikan memanusiakan manusia. "Maka, pendidikan tidak semata-mata bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan," katanya.