TEMPO.CO, Jakarta - Lokasi penyerangan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Menes, Pandeglang, Banteng disebut sebagai basis kelompok teroris. Mathla'ul Anwar sebagai ormas Islam dan institusi pendidikan Islam besar di sana, mengatakan sulit untuk memetakan kelompok-kelompok itu.
Mathla'ul Anwar mengaku sulit untuk mendata termasuk keanggotan ormas Mathla'ul Anwar sendiri. "Yang hadir di pengajian, kami juga tidak memantau satu per satu, aktivitas mereka di luar organisasi Mathla'ul Anwar," kata Wakil Rektor Universitas Mathla'ul Anwar Ali Nurdin saat dihubungi Jumat 11 Oktober 2019.
Sebagai penduduk asli Menes, Ali dan warga di sana kaget dengan kejadian yang menimpa Wiranto. Ia sendiri merasa terhina dengan adanya penusukan itu, ia pun meyakini seluruh warga Menes sama-sama kecewa.
Ali mengatakan antisipasi terhadap paham esktrem di lingkungan Mathla'ul Anwar, dilakukan melalui pendidikan. Baik di perguruan tinggi maupun di sekolah-sekolah Mathla'ul Anwar, terdapat pelajaran yang membahas keagamaan mulai dari tauhid, muamalah, dan fiqih. Hal ini, kata Ali, untuk membentengi anak didik dari paham esktrem.
Upaya ini dilakukan Mathla'ul Anwar sejak awal. Mereka mengaku serius mengenai hal ini, bahkan menyaring dosen yang dapat mengajarkan materinya. Mereka berusaha menghindari masuknya paham-paham yang tidak sejalan dengan Mathla'ul Anwar, kendati mereka terbuka dengan segala macam mazhab dalam Islam. "Kami sama sekali tidak mentolerir kekerasan. Tidak pernah kami ajarkan selama ini," kata Ali.
Mantan narapidana kasus terorisme Sofyan Tsauri mengatakan lokasi penusukan Wiranto di Menes, adalah basis kelompok teroris. "Kelompok-kelompok itu banyak dari Menes. Seharusnya ketika sudah ke sana itu sudah harus ada penebalan (pengamanan), karena ini daerah rawan," kata Sofyan kepada Tempo, Kamis, 10 Oktober 2019.