TEMPO.CO, Jakarta-Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy dalam kasus jual-beli jabatan di Kementerian Agama. "Menyatakan keberatan terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa Muhammad Romahurmuziy tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri membacakan putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 9 Oktober 2019.
Hakim juga menyatakan Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang mengadili perkara ini. Selain itu, hakim menyatakan surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi telah memenuhi syarat formil. Hakim memutuskan persidangan untuk terdakwa Rommy dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.
Dalam perkara ini, KPK mendakwa Rommy menerima suap senilai Rp325 dari Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin. Jaksa KPK menyebut suap berjumlah Rp325 juta itu diterima Rommy bersama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Suap diberikan untuk memuluskan jalan Haris menduduki jabatan Kapala Kanwil Jawa Timur.
Menurut jaksa, suap itu diberikan supaya Rommy dan Lukman membantu Haris terpilih menjadi Kepala Kanwil. Awalnya, Haris khawatir tak terpilih lantaran pernah dijatuhi sanksi disiplin pada 2016. Salah satu syarat untuk menduduki jabatan tersebut adalah tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam lima tahun terakhir.
Khusus untuk Rommy, jaksa juga mendakwa ia menerima suap dari Kepala Kanwil Kementerian Agama Gresik, Muafaq Wirahadi sebanyak Rp91,4 juta. Suap itu diberikan supaya Rommy membantu Muafaq menduduki jabatan Kakanwil Gresik.
Haris dan Muafaq telah divonis masing-masing 2 tahun dan 1,5 tahun penjara dalam perkara ini. Sementara, Rommy dan Lukman dalam sejumlah kesempatan di dalam sidang dan luar sidang menyangkal mengintervensi seleksi dan menerima suap.
Pengacara Rommy, Maqdir Ismail menyatakan mengajukan banding atas putusan sela tersebut. Ia menilai terdapat kontradiksi dalam putusan sela dan putusan praperadilan.
"Ketika kami persoalkan penangkapan dan sudah kami sampaikan dalam eksepsi menurut hakim itu bukan kewenangan praperadilan, sementara sekarang dalam putusan majelis yang mulia ini adalah kewenangan praperadilan," kata Maqdir dalam sidang.