TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan terkait pertimbangan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) pembatalan Undang-Undang KPK, posisi pemerintah seperti dihadapkan kepada "buah simalakama".
"Karena keputusan itu seperti simalakama, nggak dimakan bawa mati, dimakan ikut mati, kan begitu, cirinya memang begitu. Jadi memang tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak," kata Moeldoko di halaman Gedung Bina Graha, Jakarta pada Jumat, 4 Oktober 2019.
Moeldoko mengatakan pemerintah juga menampung semua aspirasi dan usulan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa, masyarakat, hingga partai.
Sejumlah mahasiswa telah menemui Moeldoko pada Kamis, 3 Oktober 2019 untuk melakukan diskusi mengenai tuntutan dalam unjuk rasa yang telah dilakukan, beberapa terkait Perpu KPK dan RUU KUHP.
"Itulah Presiden juga membuka pintu istana seluas-luasnya, semuanya didengarkan dengan baik," kata Moeldoko.
Moeldoko mengatakan mahasiswa juga harus memikirkan pertimbangan yang lebih luas dalam perspektif kenegaraan.
"Semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan. Semua warga negara juga bijak dalam menyikapi semua keputusan," kata mantan panglima TNI itu.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai partai-partai pendukung Presiden Jokowi sepakat belum akan menerbitkan Perpu pembatalan UU KPK.
Menurut dia, Mahkamah Konstitusi juga tengah melakukan uji materi terhadap UU KPK.
Selain itu Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan Perpu KPK bukan satu-satunya opsi bagi perbaikan undang-undang anti rasuah tersebut.