TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menghalangi kebebasan berpendapat terkait imbauannya agar mahasiswa tidak lagi melakukan unjuk rasa.
"Siapa yang menghalangi berpendapat? Berpendapat itu apa harus di jalan? Di kampus apa tidak bisa berpendapat? Kita tidak akan menghalangi mereka berpendapat? Bebas," ujarnya ditemui di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Selasa malam.
Ia mengaku tak pernah menghalangi siapa saja mengemukakan pendapatnya, namun hal itu tidak harus dilakukan di jalan.
"Berpendapat silakan. Mimbar akademik dibangun, tapi dengan cara yang baik. Bukan berarti dengan kebebasan akademik menggangu orang lain. Itu enggak boleh juga," ucap mantan Rektor Universitas Diponegoro tersebut.
Nasir kembali menegaskan siap memfasilitasi mahasiswa menyampaikan pendapatnya di kampus melalui forum yang disediakan, sebab jika mahasiswa melakukannya di jalanan dan terjadi hal yang tak diinginkan maka bukan lagi tanggung jawab lembaganya.
"Mahasiswa diajak bicara dan diskusi, bukan dilepas. Kalau dia lepas sendiri silakan, tapi bukan tanggung jawab rektor. Rektor saya arahkan para mahasiwa seluruh Indonesia kami mohon kembali ke kampus untuk belajar kembali. Dan didiskusikan apa yang mereka tuntut. Apa yang mereka inginkan," katanya.
Sementara itu, ia menjelaskan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah lama dibahas, namun baru kali ini ramai diperbincangkan.
Pembahasan RKHUP, kata dia, merupakan upaya Indonesia menasionalisasi produk kitab undang-undang warisan Belanda tersebut.
"Oleh karena penyesuaian mungkin tidak cocok mari kita diskusi. Maka saya minta rektor perguruan tinggi negeri, tolong pak rektor ajak mahasiswa berdiskusi dengan para dosen atau pakar pada bidangnya," tuturnya.
ANTARA