TEMPO.CO, Yogyakarta - Unjuk rasa Gejayan Memanggil di Yogyakarta yang menolak sejumlah rancangan undang-undang bermasalah yang bakal disahkan DPR tak urung membuat sebagian mahasiswa harus meninggalkan urusan kampusnya.
Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Adisucipto Yogyakarta, Affan Ciptahadi menuturkan tengah observasi lapangan untuk keperluan tugas akhirnya di Klaten Jawa Tengah. Ia tengah mengambil sejumlah data tentang industri pengecoran logam.
"Saya sebenarnya masih di Klaten jam 07.00 pagi observasi lapangan untuk tugas akhir. Begitu dengar ada aksi ini, saya langsung balik Yogya," ujar mahasiswa jurusan Teknik Mesin itu di sela aksi, Senin, 23 September 2019.
Affan menuturkan merasa terpanggil ikut aksi itu sehingga bergegas memacu motornya menuju Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogya tempat sejumlah mahasiswa berkumpul menyiapkan unjukk rasa.
Ia ikut gerah dan merasa perlu turun ke jalan karena tak setuju dengan revisi UU KPK yang melemahkan lembaga antikorupsi itu. Mencermati revisi tersebut, Affan kecewa berbagai fungsi lembaga negara dibolak balik dan membuat KPK tak bisa diandakan lagi di masa depan.
"Harusnya DPR yang diawasi KPK, sekarang akibat revisi ini jadi sebaliknya, KPK yang diawasi," ujarnya.
Sebagai mahasiswa, Affan tak rela KPK tinggal cerita saja di masa datang. Sebab korupsi semakin dilakukan tanpa malu malu di berbagai tingkatan pemerintahan dan satu satunya lembaga yang masih bisa diandalkan rakyat bawah hanya KPK.
"Biarkan KPK tetap dimiliki rakyat, menjadi lembaga yang mengawasi uang rakyat karena semua yang dilakukan pemerintah dan pejabatnya menggunakan uang rakyat," ujarnya.
Mahasiswa UGM, Mohamad Rizal Khakiki alias Kiki mengatakan mengikuti aksi karena kecewa dengan rencana pengesahan revisi KUHP. "Sejak duduk di bangku SMA saya konsen ke bidang jurnalistik, dan RUU KUHP ini akan mengancam kebebasan pers," kata mahasiswa angkatan 2019 dari Fisipol UGM ini.
Kiki menilai kebebasan pers menjadi bagian tak terpisah dari negara yang mengusung nilai nilai demokrasi. Kebebasan pers yang membuat suara rakyat bisa terangkat dan didengarkan bahkan mempengaruhi kebijakan yang dibuat penguasa. "Jika RUU KUHP ini disahkan, negara akan semena-semena kepada rakyatnya lewat kekuasaannya," ujarnya.
Kiki menuturkan RUU KUHP patut ditunda dan dikaji ulang karena banyak pasal merugikan kepentingan publik. "Ketimbang revisi RKUHP lebih baik DPR mengesahkan segera RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang jelas mendesak," ujarnya.