TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kejar tayang mengesahkan sejumlah undang-undang menjelang akhir periode, 30 September 2019. Pendapat masyarakat, gelombang protes terhadap undang-undang, diabaikan. Gelombang protes, juga tak didengar.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta, Ujang Komaruddin menilai, sejumlah UU yang disahkan itu sarat kepentingan. "Hanya untuk mengamankan kepentingan anggota parlemen dan kepentingan pemerintah," ujar Ujang saat dihubungi Tempo pada Jumat, 20 September 2019.
Adapun revisi undang-undang kontroversial yang telah disahkan menjadi undang-undang dalam bulan ini yakni; UU MD3 dan UU KPK. Menyusul selanjutnya RKUHP dan revisi UU Permasyarakatan. "Mereka senang. Koruptor jadi girang, sedangkan rakyat meradang," ujar Ujang.
DPR dinilainya sengaja mengesahkan undang-undang di akhir jabatan secepat kilat sebagai bagian dari strategi mereka untuk menghindari protes dan tekanan dari rakyat. "Mereka (DPR dan Pemerintah) tak mau mendengarkan suara dan aspirasi rakyat. Hanya menguntungkan dirinya. Rakyat ditipu," ujar Ujang.
Partai-partai kompak merevisi UU KPK, UU MD3, KUHP, dan UU PAS, karena ingin menyelamatkan diri. Sebab, ujar Ujang, banyak pimpinan partai dan anggota DPR dari hampir semua partai ditangkap KPK. "Sebelum KPK lebih garang lagi menyasar mereka, KPK dikebiri, bonsai, dan dikerdilkan. Bahkan mereka bunuh."