TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemerintahan atau Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan dewan berencana mengesahkan Rancangan Undang-undang atau RUU Pertanahan dalam waktu dekat.
Amali mengatakan panitia kerja (panja) RUU Pertanahan akan kembali menggelar rapat yang ditargetkan berujung pada pengambilan keputusan tingkat I pada Senin, 23 September 2019.
"Rencananya begitu. Sudah selesai di panja dan sudah diserahkan ke komisi," kata Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 19 September 2019.
Jika sudah disepakati pada tingkat I, RUU tersebut tinggal disahkan dalam rapat paripurna. Menurut jadwal, rapat paripurna terakhir DPR periode 2014-2019 adalah pada Selasa, 24 September 2019. "Itu jadwal yang kami buat. Presiden kan juga mau September ini," kata dia.
Amali mengklaim kesepakatan itu sudah tercapai dalam rapat panitia kerja pada Senin, 9 September 2019. Amali mengakui masih ada beberapa fraksi yang menyatakan ingin mempelajari terlebih dulu.
Dia mengklaim, 10 fraksi sepakat untuk melanjutkan RUU itu ke tingkat pengambilan keputusan dan pengesahan. "Pada saat itu ditanya, bagaimana? Semua fraksi setuju, enggak ada yang keberatan," kata politikus Golkar ini.
Amali menuturkan, pengesahan RUU Pertanahan tinggal menunggu sikap pemerintah yang belum satu suara. Dia berujar, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum satu suara terkait RUU Pertanahan ini.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menilai draf RUU Pertanahan ini masih perlu dikaji matang. Arif pun berujar partainya ingin menunda pengesahan rancangan UU ini ke periode selanjutnya.
PDIP menyatakan akan tetap mendorong agar RUU Pertanahan masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2019-2024 dan masuk prolegnas prioritas tahun 2020. Dengan adanya perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU yang tak rampung memang bisa dilimpahkan pembahasannya ke periode DPR berikutnya.
"Fraksi PDIP berpandangan ditunda, jangan di akhir bulan ini. Kami serahkan kepada DPR periode berikutnya tapi tetap menjadi prioritas," ujar Arif kepada Tempo.
Arif mengatakan, PDIP ingin mengkaji terlebih dulu dan memastikan RUU Pertanahan tak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan tumpang tindih dengan peraturan lainnya.
Saat ini, kata dia, RUU Pertanahan bahkan tak lebih maju dari Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. "Justru itu lebih maju mengatur subyek penerima hak atas tanah. Tapi intinya terlalu banyak masalah (di RUU Pertanahan)," kata Arif.