TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian menyarankan Kejaksaan Agung menuntut buronan Honggo Wendratno, Direktur Utama PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), secara in absentia.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Helmi Santika mengakui kesulitan membawa pulang Honggo ke Indonesia.
"Yang bersangkutan itu ada Singapura. Indonesia dan Singapura tidak punya kerja sama ekstradisi, jadi kami mau bagaimana lagi?" ujar Helmi saat dikonfirmasi hari ini, Jumat, 6 September 2019.
Helmi pun menyayangkan sikap tidak kooperatif Kepolisian Singapura karena tidak menyerahkan Honggo Wendratno kepada Polri.
Ia menyatakan selama ini Polri bekerja sama dengan Interpol, menerbitkan red notice, dan meminta Kepolisian Singapura untuk menangkap serta menyerahkan Honggo Hendratno.
Nyatanya sampai sekarang permintaan tersebut tidak digubris Singapura. "Mau bagaimana kalau pihak Singapura tidak kooperatif."
Kasus Honggo Wendratno bermula dari penunjukan langsung PT TPPI oleh BP Migas pada Oktober 2008 untuk penjualan kondensat bagian negara selama 2009-2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga itu dilakukan Maret 2009.
Penunjukan langsung itu dinilai menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir kerugian negara kasus itu mencapai US$ 2,716 miliar, yang melibatkan pejabat SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT TPPI.
Kejaksaan Agung tengah mempertimbangkan mengadili Honggo Wendratno secara in absentia jika polisi tak sanggup menangkap satu dari tiga tersangka korupsi dan tindak pidana pencucian uang penjualan kondensat bagian negara tersebut.
“Yang satu masih lari, kami nyatakan sidang secara in absentia," ucap Jaksa Agung M. Prasetyo di kantornya pada Jumat, 21 Desember 2018.
ANDITA RAHMA