TEMPO.CO, Jakarta - Polri menyebut tokoh separatis Papua, Benny Wenda, menyebarkan berita bohong terkait Papua dan Papua Barat melalui akun media sosialnya.
"Sudah dideteksi melalui konten yang bersifat provokatif dan hoaks, disebarkan melalui akun media sosial," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan pada Selasa, 3 September 2019.
Selain melalui media sosial, Benny juga terpantau diduga menyebarkan informasi melalui telepon. Dedi mengatakan, ia langsung menghubungi sejumlah kepala negara di lingkungan negara Pasifik.
"Yang bersangkutan berkomunikasi langsung kepada kepala negara di negara Pasifik, Vanuatu, dan lain-lain," kata Dedi.
Sebelumnya, dugaan keterlibatan Benny Wenda pertama kali diungkapkan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Mereka menuding Benny mendalangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Sebagai informasi, Benny merupakan Ketua Gerakan Pembebasan Bersatu untuk Papua Barat. Ia didakwa atas tuduhan mengerahkan massa untuk membakar kantor polisi pada 2002, Benny kabur dari penjara di tengah proses persidangan.
Ketua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka itu menyeberang ke suaka politik dari Inggris pada 2003. Dia mengaku akan pulang dan memimpin Papua jika agenda referendum.
Ia sebelumnya mengeluarkan surat edaran yang berisi instruksi agar rakyat Papua tak mengikuti upacara kemerdekaan 17 Agustus.
"Saya memang mengeluarkan surat edaran beberapa pekan sebelum selebrasi kemerdekaan Indonesia. Isinya menyerukan kepada rakyat Papua supaya tidak ikut upacara Tapi aksi di Surabaya yang merembet ke Papua itu spontanitas saja. Rakyat Papua yang bergerak," ujar Benny seperti dikutip Majalah Tempo edisi 2-8 September 2019.
Benny Wenda yang mengkritik pendekatan Jokowi dan mendukung pendekatan Gus Dur dalam kasus Papua mengatakan
ANDITA RAHMA | FRISKI RIANA