TEMPO.CO, Jakarta-Terduga teroris pembacok anggota Kepolisian Sektor Wonokromo, Surabaya, Imam Musthofa, mensurvei sejumlah lokasi sebelum melakukan penyerangan. Polisi mengatakan dia sempat berpura-pura melaporkan kehilangan untuk mengetahui kondisi di kantor polisi itu.
"Dia melakukan mapping ke beberapa sasaran," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2019.
Dedi mengatakan Imam adalah lone wolf alias teroris yang tidak terafiliasi dengan jaringan teror. Imam mempelajari terorisme melalui video yang diakses di internet, salah satunya video pentolan teoris Aman Abdurrahman.
Sebelum melakukan aksinya, Imam berkeliling mencari calon sasaran. Dia mengamati keberadaan polisi lalu lintas dan sejumlah Polsek. Ia diduga sempat memilih perayaan 17 Agustus di Gedung Grahadi, Surabaya. Namun, ia mengurungkan niat karena penjagaan yang ketat.
Di Polsek Wonokromo, Imam datang sebanyak dua kali. Sehari sebelumnya, ia berpura-berpura melaporkan suatu kasus hanya untuk mengetahui kondisi di dalam Polsek itu. Ia diduga sengaja tak membawa identitas, sehingga keesokan harinya mesti kembali ke kantor itu.
Setelah melakukan survei, Dedi mengatakan Imam pergi ke pasar. Dia membeli pisau, celurit, ketapel dan kelereng. Esok harinya, ia kembali ke Polsek pura-pura melaporkan kehilangan. Sekitar pukul 17.00 WIB, Imam melakukan pembacokan kepada dua petugas jaga. Serangan itu membuat kedua polisi terluka. Sementara, Imam ditangkap dalam keadaan hidup.