TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Sahura, mengatakan pascapemulangan 43 mahasiswa Papua dari Polrestabes Surabaya ke asrama Jalan Kalasan Nomor 10 pada Sabtu tengah malam pekan lalu, situasi berangsur kondusif.
Belum ada laporan kedatangan massa seperti Jumat pekan lalu. “Untuk sementara masih aman, mahasiswa Papua di dalam asramanya,” kata Sahura, Senin, 19 Agustus 2019.
Sebelumnya, dalam siaran persnya, LBH Surabaya menyoroti penanganan mahasiswa Papua oleh polisi yang berujung pada penangkapan mereka dari asrama pada Sabtu sore pekan lalu.
Penangkapan itu menindaklanjuti laporan salah satu ormas ihwal perusakan tiang bendera di depan asrama dan pembuangan bendera merah putih ke selokan sehari sebelumnya.
Pembuangan bendera itu direspons oleh kedatangan oknum tentara yang menggedor-gedor pintu asrama mahasiswa sambil mengucapkan kata-kata berbau rasial, seperti babi, anjing, monyet dan binatang lainnya.
Tak lama setelah itu, datang anggota ormas yang melempari asrama dengan batu dan meneriakkan yel-yel agar mahasiswa diusir dari Surabaya.
Ada lima poin sorotan LBH Surabaya pada penanganan mahasiswa Papua. Pertama, polisi dinilai membiarkan upaya persekusi yang dilakukan ormas dengan dalih penegakan hukum atas perusakan bendera.
Kedua, keterlibatan penanganan oleh tentara dalam setiap persoalan yang melibatkan mahasiswa Papua di Surabaya, kata Sahura, merupakan tindakan melampaui wewenang (abuse of power) karena berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004, militer bukan bagian dari penegak hukum.
Ketiga, bila perusakan tiang dan pembuangan bendera merah putih dipandang sebagai tindakan melanggar hukum, seharusnya ditangani berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Namun, ujar Sahura, polisi justru bertindak represif dengan menembakkan gas air mata ke dalam asrama. Pada saat penangkapan, juga terjadi kekerasan oleh polisi mengakibatkan tiga mahasiswa luka-luka.
Keempat, LBH Surabaya meminta polisi menindak tegas pihak-pihak yang melakukan upaya persekusi kepada mahasiswa Papua serta menghentikan segala bentuk stigma represi.
Kelima, meminta Komnas HAM melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran oleh aparat polisi, TNI dan ormas.