TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mengusulkan penambahan kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ia mengatakan usulan ini ia ajukan agar tidak ada keributan lagi perihal komposisi pimpinan MPR.
“Ini adalah politik akomodatif. Sama seperti periode 2014-2019, semua partai di DPR legowo untuk mengadakan tambahan pimpinan di MPR dan DPR,” kata Saleh saat dihubungi, Senin 12 Agustus 2019.
Saleh menyarankan sepuluh kursi di pimpinan MPR itu sembilan dari masing-masing fraksi, dan satu dari DPD.
Berkaca pada pimpinan MPR periode 2014-2019 yang bertambah dari lima menjadi delapan kursi, ia mengatakan seharusnya periode selanjutnya juga bisa melakukan hal serupa. Persoalan selanjutnya terkait posisi ketua, kata dia, bisa diputuskan melalui musyawarah.
“Kalau kemarin bisa, mestinya sekarang kan juga bisa. Soal siapa yang akan menjadi ketua, tinggal dimusyawarahkan saja,” ucapnya.
MPR, kata dia, adalah lembaga politik kebangsaan. Karena itu, sudah selayaknya semua unsur diakomodir di dalamnya. Ditambah, ada rencana melaksanakan amandemen terbatas pada UUD 1945, yang ia sebut akan memudahkan konsolidasi jika semua fraksi dan kelompok ada di pimpinan MPR.
Sebelumnya Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Basarah mengatakan PDIP hanya akan bekerjasama dengan partai yang menyepakati amandemen terbatas UUD 1945 ketika mengajukan paket MPR periode 2019-2024.
"Kami akan menyepakati komposisi pimpinan MPR dari koalisi pengusung Jokowi atau bersama-sama dengan partai nonkoalisi yang sepakat amandemen terbatas UUD 1945," ujar politikus PDIP itu di Bali pada Ahad, 11 Agustus 2019.
Menanggapi hal tersebut Saleh mengatakan sejauh ini belum ada komunikasi dari PDIP. PAN sendiri menyatakan sepakat dengan amandemen UUD 1945, namun terbatas pada agenda mengembalikan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"GBHN ya oke GBHN saja, jangan ke mana-mana," kata Wakil Ketua Umum PAN sekaligus anggota Fraksi PAN MPR, Viva Yoga Mauladi ketika ditemui pada Kamis, 8 Agustus lalu.
FIKRI ARIGI | BUDIARTI UTAMI PUTRI