TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk F. Paulus menilai masih terlalu jauh bagi koalisinya untuk membicarakan kemungkinan memberi kursi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk Gerindra. Musababnya, ujar Lodewijk, di internal Koalisi Indonesia Kerja (KIK) sendiri masih berebut kursi ketua MPR.
"Di internal kami saja kan masih ramai. Jadi, ke dalam aja belum beres, apalagi ke luar. Terlalu jauh," ujar Lodewijk ketika ditanya ihwal kemungkinan KIK memberikan kursi Ketua MPR, saat ditemui di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, pada Ahad, 28 Juli 2019.
Partai Golkar pun, ujar Lodewijk, belum juga memutuskan apakah akan mengajukan paket MPR dengan KIK atau tidak. "Apakah partai Golkar akan ke KIK atau ke yang lain, kan belum juga," ujar purnawirawan TNI itu.
Namun, dalam konteks kesantunan politik, ujar Lodewijk, Golkar sebagai pemilik kursi terbanyak kedua di perlemen, tetap dirasa paling berhak mendapatkan kursi Ketua MPR di periode kepengurusan parlemen mendatang. "Kalau berbicara konteks kesantunan, ya, harusnya begitu," ujar Lodewijk.
Sebelumnya, terjadi pertemuan antara empat ketua umum partai KIK, yakni Nasdem, Golkar, PKB dan PPP di DPP NasDem Gondangdia, Jakarta pada Rabu lalu. Namun, pertemuan itu tidak melibatkan perwakilan PDIP. Dua hari kemudian, terjadi pertemuan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Usai pertemuan, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Partai Gerindra dan PDIP memiliki sejumlah garis politik dan konsep politik yang sama dengan Partai Gerindra.
Hal ini, istilah Hasto, membuka peluang kerjasama dengan Gerindra. Kendati tidak berkoalisi, ujar Hasto, ada banyak ruang untuk bekerjasama dengan Gerindra dalam hal mengajukan paket MPR sebagai jalan tengah. "Iya, bisa. Ada ruang, kerjasama di parlemen, DPR, MPR," ujar Hasto Kristiyanto di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta pada Rabu, 24 Juli 2019.
Lodewijk mengatakan, memang ada dua kemungkinan jika Gerindra ingin merapat. Pertama, masuk kabinet. Kedua, memperkuat parlemen. Untuk opsi kedua, ujar Lodewijk, tentu perlu pembahasan bersama.
"Kalau untuk masuk kabinet kan sepenuhnya hak prerogatif presiden. Tapi kalau parlemen dan alat kelengkapan Dewan, tentunya ketum perlu berkumpul dengan Pak Jokowi untuk memutuskan," ujar Lodewijk.