INFO NASIONAL — Segolongan masyarakat selama ini berpikir penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap untuk menghemat pembayaran tagihan listrik ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Alhasil, kebijakan ekspor listrik yang dibeli PLN sebesar 65 persen dipersoalkan. Menanggapi paradigma ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, tak keberatan dengan tuntutan ekspor listrik dari rumah tangga menjadi 100 persen, atau 1:1.
“Silakan saja kalau mau begitu. Tetapi kalian bikin pembangkit listrik sendiri,” ujar Jonan di tengah kampanye PLTS Atap dan menyosialisasikan Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA), di Silang Monas, Minggu, 28 Juli 2019.
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 49 Tahun 2018, rumah yang memasang PLTS Atap dapat mengekspor listrik ke PLN dengan perhitungan mengali 65 persen dari hasil yang tercatat pada meter KWh. Jumlah ekspor yang lebih besar dari pemakaian listrik di rumah tersebut akan diakumulasikan untung pengurangan tagihan listrik pada bulan berikutnya.
Hitungan matematis seperti ini, menurut Jonan, sebaiknya dienyahkan dahulu. Ia berharap masyarakat tak hanya berpikir untung-rugi, atau menghemat biaya sekecil mungkin. "Cara berpikirnya itu jangan hanya kalau saya pasang ini akan mengurangi tagihan listrik. Tetapi, juga akan membantu penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan,” ucapnya.
Kementerian ESDM merilis Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi pada 2016. Tercatat, emisi CO2 buangan sektor industri dan komersial sebanyak 36 persen. Bagaimana hasil CO2 tiap individu? Institute for Essential Services Reform (IESR) membuat tabel tentang ini. Disebutkan antara lain, mobil per kilometer menghasilkan 14,8 gram CO2, telepon seluler membuang 5,36 gram, dan lampu 10 Watt saja menghasilkan 8,91 gram.
Oleh karena itulah, guna menghindari krisis energi dan emisi CO2, Kementerian ESDM menggiatkan kampanye pembangunan PLTS Atap. Jika sukses memasang 5 MegaWatt saja, kita dapat meminimalisasi emisi sampai 5.000 ton. Terlebih, Indonesia sebagai negara di garis khatulistiwa memiliki sumber cahaya matahari berlimpah.
Plt Direktur Utama PLN Djoko Abumanan yang mendampingi Djonan, mendukung penuh kampanye PLTS Atap ini. Aturan ekspor-impor listrik dari rumah tangga dengan pihaknya sudah muncul sejak 2013. Demi suksesnya kampanye ini, PLN juga memberi diskon sebanyak 75 persen pada pelanggan yang ingin menaikkan daya.
“Kami melihat PLTS adalah pembangkit yang bersih. Untuk jangka panjang memberi berkah pada lingkungan. Apalagi saat ini sedang marak isu Jakarta disebut tak ramah lingkungan. Jumlah kendaraan luar biasa, emisi yang dihasilkannya pun banyak. Selain PLTS, pemerintah berusaha menekan emisi karbon dengan munculnya transportasi publik. Ada MRT, LRT, atau Kereta bandara. Mengapa? Karena kalau menggunakan listrik sangat rendah, di bawah 5 persen penggunaan BBM nya,” kata Djoko saat ditemui usai acara.
Kampanya PLTS A dan sosialisasi GNSSA merupakan langkah lanjutan setelah pemberlakuan Permen No. 49 tahun lalu itu. Gerakan ini bertujuan memperkuat ketahanan energi nasional melalui pencapaian target Energi Baru Terbarukan dalam bauran energi primer.
Pada Kebijakan Energi Nasional pada 2015 menargetkan peningkatan bauran Energi Terbarukan dari 5 persen menjadi 23 persen pada 2025. Dari target Energi Terbarukan 23 persen bauran energi nasional ini, proyeksi Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah sebesar 6,5 GWp pada tahun 2025.
Ribuan masyarakat terlihat antusias mengikuti kampanye PLTS A ini. Selain booth dari pelaku industri penyedia layanan pemasangan panel listrik tenaga surya, PLN, mobil dan motor surya, hingga mock-up Rumah listrik Surya tipe-36: daya listrik 5 kwp, inverter 5,5 kWp dengan jaringan listrik PLN daya 7.700 Watt. Acara kian meriah dengan beragam penampilan seperti atraksi marching band, senam zumba, dan panggung musik. (*)