TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya menangani sendiri oknum jaksa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT). ICW menilai penanganan perkara OTT jaksa ini oleh internal Kejaksaan Agung rawan konflik kepentingan.
"Jaksa Agung sebaiknya mengurungkan niatnya menangani oknum jaksa yang tertangkap oleh KPK," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Ahad, 30 Juni 2019.
Baca juga: OTT Jaksa Kejati DKI Terkait Penanganan ...
Kurnia mengatakan setidaknya ada tiga alasan agar Kejaksaan tidak melakukannya. Pertama, KPK adalah lembaga yang paling tepat untuk menangani kasus korupsi penegak hukum. Hal itu diatur dalam pasal 11 huruf a Undang-Undang KPK. "Secara yuridis KPK mempunyai otoritas untuk menanganinya lebih lanjut."
Kedua, tidak ada lembaga atau pihak manapun yang boleh mengintervensi penegakan hukum yang dilakukan KPK. Undang-undang telah menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Ketiga, penanganan perkara harus bebas dari konflik kepentingan. ICW menyarankan sebaiknya Kejaksaan Agung melakukan perbaikan internal. Penangkapan oknum jaksa di Kejati, kata dia, adalah bentuk penyelamatan integritas Kejaksaan di mata publik. "Setidaknya, langkah KPK dapat dimaknai juga sebagai upaya bersih-bersih internal Kejaksaan dari pihak-pihak yang mencoreng martabat Kejaksaan."
Baca juga: ICW: Jangan Ada Intervensi Politik dalam Penanganan OTT Jaksa ...
KPK menetapkan Asisten Bidang Pidana Umum Kejati DKI, Agus Winoto tersangka karena diduga menerima suap Rp 200 juta terkait penanganan perkara investasi sebesar rp 11 miliar. Suap itu untuk mengatur beratnya tuntutan sebuah perkara penipuan yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Agus terjaring operasi tangap tangan (OTT) di Jakarta pada Jumat, 28 Juni 2019. KPK juga menangkap dua jaksa Kejati DKI, yakni Yadi Herdianto dan Yuniarti Sri Pamungkas. Yadi diduga berperan sebagai perantara suap kepada Agus. Dari Yadi, KPK menyita duit Sin$8.100, sedangkan dari Yuniarti KPK menyita Sin$20.874 dan US$700. Berbeda dengan kasus Agus yang ditangani KPK, kedua jaksa ini bakal diproses secara etik dan secara pidana di Kejaksaan Agung.
Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Jan Samuel Maringka meminta masyarakat tak berburuk sangka soal penanganan kasus OTT jaksa. Ia mengatakan Kejagung akan segera menyelidiki peran dua jaksa itu dalam kasus ini. "Kami akan segera terbitkan surat perintah penyelidikannya," kata dia di KPK, Sabtu, 29 Juni 2019.