TEMPO.CO, Bogor - Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menceritakan kondisi terakhir istrinya, Ani Yudhoyono, sebelum meninggal dunia di Nasional University Hospital (NUH), Singapura, pada Sabtu siang, 1 Juni 2019.
Baca: Masyarakat Umum Dipersilakan Melayat Ani Yudhoyono di Cikeas
SBY menjelaskan, sekitar tiga pekan lalu, sebelum kondisi kritis, perkembangan kesehatan Ani sangat positif. Bahkan, kata SBY, ada harapan bisa disembuhkan.
Saat itu, menurut SBY, tim dokter mengatakan sel-sel kanker dalam tubuh istrinya menurun secara tajam, sehingga pihak keluarga bersyukur dan berharap penyakit kanker darah Ani bisa disembuhkan.
"Namun Allah menetapkan lain, tiga hari lalu tiba-tiba ada ledakan sel-sel kanker yang sebelumnya sudah dilumpuhkan, namun meningkat sangat tajam sehingga tim dokter kewalahan sehingga masuk ICU dengan perlakuan khusus," kata SBY di kediamannya, di Puri Cikeas, Bogor, Sabtu malam, 1 Juni 2019.
SBY menuturkan, selama dua hari dua malam, dirinya menemani Ani berjuang melawan kanker ganas.
Baca: Jokowi Sambut Jenazah Ani Yudhoyono di Cikeas
Menurut perawat di rumah sakit NUH, kata SBY, Ani merupakan perempuan yang kuat. Ani masih tetap bisa bertahan, meski meski kerasnya hantaman kanker yang menyerang berbagai organ tubuhnya.
Sampai satu jam sebelum meninggal, SBY menuturkan dirinya terus menyampaikan kata-kata indah kepada istrinya. Saat itu Ani dibius total, sehingga sulit berkomunikasi. Meski begitu, SBY melihat pelupuk mata istrinya ada titik-titik air mata.
"Karena mungkin orang-orang yang disayangi itu masuk dalam hati dan pikirannya. Kami katakan 'Memo, kami semua ada di sini', air mata yang jatuh adalah air mata cinta, air mata sayang," katanya.
SBY mengatakan wajah Ibu Ani terlihat bahagia dan rileks. Lalu, beberapa saat kemudian, dengan sangat tenang Ani kembali kepada Sang Pencipta.
Baca: Mahfud MD: Ani Yudhoyono Bisa Dampingi Suami Melaksanakan Tugas
Menurut SBY, Ani Yudhoyono pernah mengatakan dirinya pasrah tetapi tidak mau menyerah sampai batas yang bisa dicapainya.