TEMPO.CO, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yakni politikus Partai Demokrat, M. Nasir pada hari ini, 4 Mei 2019. Penggeledahan tersebut berlangsung selama dua jam sejak pukul 11.00 WIB sampai 13.00 WIB.
Baca: KPK Cegah Wali Kota Dumai ke Luar Negeri
Juru bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, penggeledahan dilakukan tim penyidik untuk menelusuri informasi baru dalam penyidikan terkait kasus yang menyeret mantan politikus Golkar Bowo Sidik Pangarso. Febri menuturkan, Bowo Sidik diduga menerima pemberian terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK).
"KPK menggeledah sebagai bagian dari proses verifikasi terkait dengan informasi dugaan sumber dana gratifikasi yang diterima BSP," kata Febri saat dihubungi, Sabtu, 4 Mei 2019. Tetapi dari proses penggeledahan itu, KPK tak menemukan bukti yang relevan dengan pokok perkara.
Febri mengatakan, hingga saat ini KPK telah mengidentifikasi setidaknya ada tiga sumber dana gratifikasi yang diterima Bowo Sidik. Namun karena masih dalam tahap penyidikan, kata Febri, ia belum bisa menjelaskan secara detail temuan tersebut.
Penggeledahan ruang Nasir juga dibenarkan oleh rekan sesama anggota Fraksi Demokrat, Ferdinand Hutahaean. Tetapi, ia enggan berkomentar lebih lanjut. "Informasinya begitu, terkait Bowo Sidik. Tapi maaf saya belum bisa komentar lebih jauh," ucap dia melalui pesan teks.
KPK menetapkan Bowo Sidik menjadi tersangka terkait kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Humpuss Transportasi Kimia dan PT Pupuk Indonesia. KPK menyangka ia menerima duit Rp 1,2 miliar dari bagian marketing PT Humpuss Asty Winasti.
Dalam proses penyidikan kasus itu, KPK juga menyita duit Rp 8 miliar dari kantor milik Bowo di kawasan Pejaten. Duit itu disita dalam 400 ribu amplop yang disiapkan untuk melakukan serangan fajar dalam Pemilu 2019. Sebagian sumber duit inilah yang diduga Bowo terima dari Enggar dan Sofyan Basir. Namun, Enggar dan Sofyan bolak-balik membantah terlibat. Belakangan, KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka dalam perkara ini.
Kepada penyidik, Bowo mengatakan Enggar memberikan duit Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Singapura pada pertengahan 2017. Bowo mengatakan uang itu diberikan untuk mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan terkait gula rafinasi di DPR. Saat menerima uang itu, Bowo merupakan pimpinan Komisi VI yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara.
Simak juga: 97 Eks Penyidik dari Polri Kritik KPK, Begini Sikap Mabes
Selain dari Enggar, Bowo mengatakan Sofyan Basir juga memberikannya Rp 2 miliar pada akhir 2017. Bowo mengatakan Sofyan memberikan uang itu sebagai tanda terima kasih karena sudah mengamankan posisinya sebagai Direktur Utama PT PLN. Kala itu, kinerja Sofyan memang tengah disoroti oleh DPR. Ditambah, rekaman pembicaraannya dengan Menteri BUMN Rini Soemarno bocor ke media sosial.