TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan aspek hukum dalam ijtima ulama dan Tokoh Nasional 3 mengangkat potensi permintaan diskualifikasi pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin. Langkah ini dinilai bisa diambil jika mereka bisa mendorong Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu membuktikan adanya kecurangan di Pemilihan Presiden 2019.
"People power itu gerakan masa untuk mendorong supaya Bawaslu menggunakan kewenangannya membuktikan dan memeriksa berbagai kecurangan," kata Munarman dalam konferensi pers di lokasi, Rabu, 1 Mei 2019, di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Baca: Prabowo Hadiri Ijtima Ulama Ketiga di Bogor
Munarman yang juga juru bicara Front Pembela Islam tak hadir sendiri. Ia datang bersama ahli hukum Abdul Khair Ramadan. Menurut Munarman, sesi pemaparan aspek hukum ini melanjutkan pembahasan sesi sebelumnya, yang mengkaji bukti dan data kecurangan di pilpres.
"Kami menilai berdasarkan sesi sebelumnya ada pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif menurut Undang-Undang Pemilu nomor 7 Tahun 2017, terutama pasal 463. Maka dari itu saluran penyelesaiannya diadukan pada Bawaslu," kata Munarman menafsirkan Undang-Undang Pemilu.
Rencana Munarman, Bawaslu akan didorong untuk membuktikan adanya kecurangan dalam pemilu. Jika sudah dibuktikan, kata dia, Komisi Pemilihan Umum mengeksekusi dengan memberi sanksi. "Menurut ayat 4 dan ayat 5 itu, (sanksinya) adalah diskualifikasi. Pembatalan pasangan calon. Itu sanksi terberat".
Munarman mengklaim, langkah yang ditempuh ini sesuai dengan mekanisme undang-undang dan bukan kategori makar. "Tuntutan kami mengarah pada pembatalan pasangan calon. Yaitu pembatalan pasangan calon presiden dan wakil presiden 01," kata dia.
TKN: Semua Pihak Berjiwa Besar Mengakui Jokowi - Ma'ruf Menang