TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mensinyalir anggota Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat, Bowo Sidik Pangarso, tidak hanya menerima suap dari PT Humpuss Transportasi Kimia. Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, politikus Partai Golkar itu juga menerima uang pelicin dari beberapa perusahaan lain. "Hasil pemeriksaan sementara, tidak semua uangnya berasal dari PT HTK (Humpuss Transportasi Kimia). Dari mana saja, masih dalam pengembangan," kata dia, kemarin.
Baca: 5 Fakta Kasus Suap Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso
Pada Kamis lalu, KPK menetapkan Bowo sebagai tersangka penerima suap berkaitan dengan kerja sama penyewaan kapal antara Humpuss dan PT Pupuk Logistik Indonesia—anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero). Indung dari PT Inersia, yang merupakan perusahaan milik Bowo, turut dijadikan tersangka penerima suap. Sedangkan Manajer Pemasaran Humpuss, Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap.
Penyidik didampingi Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kiri), menunjukkan barang bukti hasil OTT yang menjerat anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019. Uang senilai Rp 8 miliar yang dibagi dalam 84 kardus atau 400 ribu amplop dengan pecahan Rp 20.000 dan Rp50.000. ANTARA/Reno Esnir
Awalnya, Pupuk Indonesia menghentikan kerja sama penyewaan kapal dengan Humpuss. Berharap kapal-kapalnya kembali digunakan untuk mendistribusikan produk Pupuk Indonesia, Humpuss lalu meminta bantuan Bowo. Hingga akhirnya, pada 26 Februari lalu, Humpuss dan Pupuk Logistik menyepakati penggunaan kembali kapal milik Humpuss.
KPK kemudian menangkap Bowo setelah mendapat informasi bahwa Asty Winasti akan menyerahkan uang sebesar Rp 89,4 juta kepada Indung di kantor Humpuss. Indung adalah orang kepercayaan Bowo. Humpuss diduga sudah menyetorkan uang ke Bowo sebanyak enam kali senilai total Rp 1,43 miliar.
Baca: Bowo Sidik Pangarso Jadi Anggota DPR ke-72 yang Ditangkap KPK
Setelah menangkap Bowo, tim menemukan duit sebanyak Rp 8 miliar di kantor PT Inersia yang diduga berasal dari banyak perusahaan. Uang itu dicurigai bakal digunakan Bowo untuk melakukan “serangan fajar”. Bowo mencalonkan diri kembali untuk menjadi anggota legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah 2, yang meliputi Kabupaten Kudus, Jepara, dan Demak.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, mengatakan kasus yang dihadapi Bowo tidak berkaitan dengan partainya. Ia mengatakan tidak tahu ihwal duit Rp 8 miliar yang ditemukan KPK. "Partai Golkar tidak pernah memerintahkan kepada siapa pun untuk mempergunakan cara-cara yang dilarang," katanya.
Suasana lorong perkantoran PT Humpuss Transportasi Kimia atau HTK di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta, pada 29 Maret 2019. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Kepala Komunikasi Publik Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, menjelaskan bahwa beberapa tahun lalu Humpuss memenangi tender Pupuk Indonesia sebagai pengangkut produk amonia ke Gresik. Kerja sama itu seret setelah Pupuk Indonesia membangun pabrik baru di Gresik yang mulai beroperasi pada 2018. Sejak saat itu, kata dia, Pupuk Indonesia tidak rutin lagi menggunakan jasa Humpuss sebagai distributor barang. Setelah pabrik berdiri itulah, Wijaya mengakui, Humpuss berupaya membujuk Pupuk Indonesia agar kembali memakai jasanya.
Baca: KPK Sudah Buka Amplop Serangan Fajar Bowo Sidik secara Acak
Tempo mendatangi kantor Humpuss di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan, untuk meminta konfirmasi. Namun tak ada satu pun staf yang mau memberikan keterangan. "Kami tidak bisa membiarkan wartawan masuk. Kami belum bisa memberikan keterangan," kata seorang petugas keamanan.
REZKI ALVIONITASARI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA | DEWI NURITA | MAYA AYU