TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah menelusuri asal usul kendaraan milik Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah non-aktif, Abdul Latif. Penelusuran ini dilakukan dengan terkait penyidikan tindak pidana gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan komisi.
Berita terkait: KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif Tersangka
"Hari ini penyidik KPK memeriksa lima orang sebagai saksi untuk tersangka ALA Abdul Latif). Dari mereka, kami mendalami keterangan perihal pembelian dan kepemilikan kendaraan milik tersangka yang berkaitan dengan kasus TPPU," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, melalui keterangan tertulis, pada Rabu, 6 Maret 2019.
KPK sebelumnya membawa 16 unit mobil mewah dan motor gede milik Abdul Latif yang disita ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Jakarta Barat. Barang mewah itu diduga diperoleh dari hasil perkara suap sebelumnya.
Selain itu, kata Febri, penyidik juga memeriksa seorang saksi dari salah satu bank. Tujuannya untuk mengusut rekening koran milik Abdul Latif.
KPK telah menetapkan Abdul Latif sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, Kalimantan Selatan, tahun anggaran 2017.
Selain Abdul Latif, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yakni Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Hulu Sungai Tengah, Fauzan Rifani, Direktur Utama (Dirut) PT Sugriwa Agung, Abdul Basit, dan Dirut PT Menara Agung, Donny Winoto.
Sebagai pihak yang diduga penerima uang suap, Abdul Latif, Abdul Basit, dan Fauzan Rifani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, KPK turut menduga Abdul Latif menerima uang sebesar Rp23 miliar dari sejunlah proyek di wilayahnya terkait dugaan gratifikasi. Atas penerimaan gratifikasi tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor.
Sedangkan terkait TPPU, Abdul Latif diduga telah membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut menjadi kendaraan dan aset lainnya. Kendaraan atau aset lainnya itu ada yang diduga disamarkan atas nama orang lain. Ia disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.