TEMPO.CO, Jakarta - Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdatul Ulama (Munas alim ulama NU), menyepakati pengertian dari konsep Islam Nusantara. Dalam pembahasan di Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, para kiai NU menyatakan Islam Nusantara bukan aliran baru.
"Ini ada rumusan yang lebih simpel, dari PWNU Jawa Timur terkait redaksinya. IsIam Nusantara dalam pengertian substansial adalah Islam ahli sunah waljamaah yang diamalkan, didakwahkan, dan dikembangkan sesuai karakteristik masyarakat dan budaya di Nusantara oleh para pendakwahnya," kata Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur, Ahmad Muntaha, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis, 27 Februari 2019.
Pimpinan sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah Munas Alim Ulama NU, Abdul Moqsith Ghazali, pun meminta persetujuan dari para peserta sidang. "Sudah, definisi itu saja?," katanya. "Iya," jawab para kiai.
Moqsith pun mengetuk palu sebagai tanda pengesahan keputusan sidang.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj, memperjelas jika Islam Nusantara bukan aliran, mazhab, atau sekte, melainkan Islam yang menghormati budaya dan tradisi Nusantara yang ada selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.
"Seperti sabda Sayyidina Ali 'pergauilah manusia dengan akhlak yang baik'. Artinya apa, pergaulilah masyarakat dengan tradisi setempat, supaya tidak ada konflik, supaya tidak tegang, dan menghormati budaya setempat," ujar dia.
Menurut Said, setelah Munas Ulama NU ini, PBNU akan memerintahkan Pengurus Wilayah NU untuk mensosialisasikan ke para kader. "Terutama internal NU harus paham betul, pengurus NU terutama, cabangnya, rantingnya harus paham," ujarnya.
AHMAD FAIZ (Banjar)