TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar Baharuddin membantah isu terkait larangan rapat ASN di hotel-hotel. Dia menanggapi pernyataan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) soal larangan tersebut.
Berita terkait: Jokowi Pastikan Tak Ada Larangan Rapat Pemerintah di Hotel
"Hingga saat ini Mendagri atau pejabat di lingkungan Kemendagri tidak pernah membuat larangan rapat-rapat aparatur di hotel-hotel," ujar Bahtiar dalam keterangan tertulis, Kamis, 14 Februari 2019.
Bahtiar menyayangkan pernyataan PHRI yang menyebut Kemendagri membuat larangan rapat di hotel. Menurut dia, seharusnya PHRI mengkonfirmasi informasi ini lebih dulu ke kementeriannya. "Secara kelembagaan Kemendagri sangat dirugikan dengan informasi tersebut karena sangat menyesatkan dan tanpa konfirmasi."
Menurut Bahtiar, selama ini Kemendagri malah lebih sering melaksanakan rapat di hotel-hotel baik di Jakarta atau daerah luar. Hal ini dilakukan karena keterbatasan ruangan di kantor Kemendagri dan banyaknya peserta rapat. "Termasuk kegiatan Rapat Koordinasi Nasional Bidang Kehumasan dan Hukum yang dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta, Senin kemarin," kata dia.
Bahtiar menuturkan selama ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo hanya memberikan arahan kepada staf internal agar menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP), khususnya terkait pelayanan konsultasi evaluasi rancangan Perda APBD. Lewat aturan ini, PNS daerah yang sedang melakukan konsultasi anggaran diminta melakukan di kantor Kementerian.
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani telah mengkonfirmasi pernyataannya soal larangan rapat dari Kemendagri ini. "Kami sampaikan terimakasih kepada Pak Menteri Dalam Negeri yang menyampaikan bahwa tak ada maksud melarang acara apapun di hotel," kata Hariyadi saat mengelar konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Rabu 13 Februari 2019.
Haryadi mengatakan PHRI tak ingin terjadi kesalahpahaman. Ia menjelaskan, pernyataan yang disampaikan di hadapan Presiden Jokowi kemarin berdasarkan berita yang muncul pada tanggal 6 Februari 2019 di sejumlah media online nasional. "Kami merespon itu untuk memberikan klarifikasi," kata Hariyadi.
Hariyadi yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ini menuturkan isu ini sangat sensitif bagi para pengusaha perhotelan. Sebab, pada 2014-2015 silam kebijakan serupa pernah dikeluarkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Akibat kebijakan ini okupansi hotel di beberapa daerah saat itu turun hingga di bawah angka 15 persen. "Kondisi itu sebetulnya menghantui teman-teman di hotel kalau ada kebijakan seperti itu lagi," ucapnya.
SYAFIUL HADI | DIAS PRASONGKO