TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan bahwa berdasarkan undang-undang, presiden tidak memiliki kewenangan memberikan remisi atau pengurangan masa pidana. "Secara konstitusional, remisi tidak masuk ke dalam ranah kewenangan eksekutif presiden," kata Feri dalam diskusi di Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Secara konstitusional presiden memiliki kewenangan di ranah kekuasaan negara, yang terdiri dari kewenangan eksekutif, administrasi birokrasi, legislatif, diplomasi, serta ranah pertahanan dan keamanan. Dari ranah eksekutif, presiden berwenang memberikan empat jenis pengampunan pidana berupa grasi, rehabilitasi, abolisi, dan amnesti. "Dari empat jenis pengampunan yang menjadi wewenang presiden yang diatur oleh undang-undang, tidak ada remisi," jelas Feri.
Baca: AJI Surabaya dan Aktivis Surati Jokowi Desak Cabut Remisi Susrama
Feri mengatakan hal itu ketika menyinggung keputusan remisi oleh Presiden Joko Widodo kepada terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama, otak pembunuhan berencana terhadap wartawan Radar Bali, Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa. Jasad Prabangsa ditemukan di perairan Padang Bai, Karangasem, setelah beberapa hari dinyatakan hilang. Penyidik Polda Bali menemukan motif pembunuhan korban terkait dengan berita tindak pidana korupsi pembangunan sekolah yang dilakukan oleh Susrama.
Remisi merupakan kewenangan ruang eksekutif dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan HAM dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat. "Ada teori yang menyebutkan bahwa presiden tidak boleh memiliki wewenang untuk memberikan remisi karena ditakutkan akan menimbulkan penyalahgunaan wewenang," ujar Feri.
Baca: Jurnalis Malang Desak Jokowi Cabut Remisi ...
Berdasarkan teori ini, kata Feri, di beberapa negara terdapat ketentuan bahwa beberapa jenis kejahatan tidak boleh menerima remisi bahkan proses pemaafan di kemudian hari.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan sejumlah kelompok masyarakat sipil menolak pemberian remisi kepada Susrama, karena menilai pemberian remisi yang merupakan perubahan dari hukuman penjara seumur hidup menjadi pidana sementara penjara 20 tahun itu, telah mencederai hukum Indonesia dan kebebasan pers.