TEMPO.CO, Jakarta - Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar hari ini Sabtu 26 Januri 2019 meresmikan kantor Nasaruddin Umar Office atau NUO. Menurut Nasaruddin kantor ini dibentuk untuk mewadahi lembaga-lembaga yang bertujuan menciptakan masyarakat sipil yang damai, toleran, dan berkeadaban.
Nasaruddin menceritakan, terbentuknya NUO sebetulnya bukan sesuatu yang baru, karena banyak lembaga-lembaha mapan yang bernaung di bawahnya. Di antaranya adalah The Nusa Institute, Balqis Foundation, dan Pondok Pesantren Al-Ikhlas.
“Sekecil apapun NUO ini kami bertekad dan berniat untuk menghadirkan sebuah ketenangan, kesejukkan, dan kedamaian untuk segenap warga bangsa, tanpa membedakan agamanya, etnisnya, jenis kelaminnya, dan kewarganegaraannya,” ujar Nasaruddin di kantor NUO, Jalan Gaharu I, Jakarta Selatan.
Nasaruddin mengatakan ada beberapa kegiatan yang akan diadakan di NUO. Semua kegiatan itu berkaitan dengan deradikalisasi.
Nasaruddin mengatakan NUO akan menjadi rumah bagi peneliti-peneiti The Nusa Institute yang fokus meneliti radikalisme dan terorisme. Ia mengklaim pada 2011 The Nusa Institute pernah mengeluarkan hasil penelitian terkait masjid-masjid yang terpapar radikalisme.
Kedua ada pembinaan khatib dan imam masjid. Program ini menurut Nasaruddin difokuskan untuk mencetak khatib dan imam yang profesional. Hari-hari ini minimnya khatib dan imam profesional, menurut Nasaruddin, menjadi persoalan bagi sebagian besar masjid. Ini dapat menjadi celah bagi masuknya radikalisme ke masjid-masjid.
Ketiga pemberdayaan situs Islam moderat ‘Rukun’. Guna menangkal situs-situs Islam radikal. Nasaruddin menilai golongan Islam radikal kian giat menggunakan medium internet untuk menjaring pengikut, sedangkan golongan moderat justru abai dengan perkembangan teknologi ini. “Sebanyak 80 persen website dikuasai oleh kelompok radikal,” kata Nasaruddin.
Terakhir NUO juga memiliki program yang akan menjaring kalangan menengah atas untuk turut dalam kajian-kajian mereka. Kalangan menengah atas terutama di perkotaan ini penting untuk dirangkul, karena populasinya yang cukup banyak, dan posisi mereka cukup berpengaruh.
Ia mengandaikan bila kalangan menengah ini adalah pemilik perusahaan yang membawahi banyak karyawan, maka dampaknya akan terasa, karena akan ditularkan kepada pekerjanya tersebut.
Untuk itu ia menyediakan sebuah program dengan metode pembelajaran yang ia percaya dapat diterima oleh kalangan ini. “Mereka ingin belajar agama tapi tidak mau diajari, harus dialogis,” kata Nasaruddin. Program lainya, yakni; Gender Equality and Justice, Interfaith Discussion, dan beberapa lainnya.
Dalam acara peresmian ini, tampak beberapa tokoh, antara lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, serta tokoh-tokoh lintas agama.
FIKRI ARIGI