TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat 228 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan fisik sepanjang 2018. Kekerasan fisik ini paling banyak dilakukan pendidik.
Baca: KPAI: Pelanggaran Hak Anak di 2018 Didominasi Tindak Kekerasan
Komisaris KPAI Retno Listyarti mengatakan kekerasan yang dilakukan pendidik biasanya berupa hukuman. Tindakannya beragamam, dari menampar, menjemur, menjilat WC, push up, sit up, sampai diminta merokok dan direkam dengan video.
Menurut Retno, angka kekerasan yang dilakukan oleh pendidik itu cukup tinggi. Hal ini menandakan bahwa banyaknya pendidik yang tidak mengedepankan penghargaan dan kasih sayang.
"Disiplin memang harus ditegakkan, tapi ketika sanksi yang dijatuhkan bersifat merendahkan martabat anak didik, tentu itu pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia)," ujarnya di kantor KPAI, Jakarta, Kamis, 27 Desember 2018.
Dia mengingatkan bahwa peserta didik masih berusia anak. Hukuman dalam bentuk kekerasan akan melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak khususnya Pasal 76C. Sayangnya, banyak pendidik yang belum memahami beleid itu.
Baca: KPAI: Guru Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Terbanyak di Sekolah
KPAI mendorong pemerintah menyelenggarakan sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak. Pemerintah juga diminta bersinergi menggelar pelatihan untuk mengubah pola pikir pendidik terhadap persepsi mendisiplinkan anak dengan tindak kekerasan.
KPAI juga menyarankan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam manajemen penguasaan kelas melalui pelatihan. Harapannya, tak ada lagi guru yang dipukul oleh siswa atau guru yang menghukum siswanya dengan menjilat WC.