TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengklaim tak keberatan mundur dari jabatannya seumpama ada pejabat di bawahnya langsung yang melakukan tindak pidana korupsi. Hatta mengatakan mundur dari jabatan Ketua MA bukan hal berat baginya. Asalkan, kesalahannya dalam memimpin Mahkamah dapat dibuktikan.
Baca: 21 Desember 2018, Utang Mahkamah Agung 791 Perkara
"Kalau soal mundur dari MA, kecil bagi saya, tidak terlalu berat bagi saya," kata Hatta dalam acara refleksi tahunan kinerja MA di gedung MA, Jakarta Pusat, Kami, 27 Desember 2018.
Hatta mengaku sudah menyampaikan komitmennya itu kepada para pejabat pengadilan tingkat banding. Kata dia, jika ada ketua pengadilan tinggi yang menjadi tersangka korupsi, dia akan mundur.
Menurut Hatta, dia juga berpesan kepada kedua Wakil Ketua MA agar tak melakukan kesalahan. Sebab, Mahkamah menerapkan peraturan bahwa atasan langsung dari pihak yang melakukan kesalahan akan turut diperiksa.
Jika terbukti abai mengawasi atau terlibat, kata Hatta, atasan langsung itu harus ikut bertanggung jawab. Namun, kata dia, kewajiban bertanggung jawab itu juga lepas jika pimpinan dinilai telah cukup melakukan pengawasan dan pembinaan.
Baca: Putusan MA soal Baiq Nuril, Ini yang Memberatkan dan Meringankan
Hatta berujar, banyak senior menyebutnya kelewat berani mempertaruhkan jabatan. Dia menampik anggapan itu. Hatta mengaku hanya ingin mengetahui apakah para ketua pengadilan tinggi yang menjadi anak buahnya itu masih mencintai lembaga peradilan dan pucuk pimpinannya.
"Sengaja saya berbuat seperti itu supaya mengerem mereka, sekalipun ada niat supaya membatalkan niatnya kalau dia masih mencintai lembaga dan masih mencintai saya memimpin Mahkamah," kata Hatta.
Kendati begitu, Hatta mengatakan, pernyataan siap mundur ini belum dia lontarkan saat terjadi OTT terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono. Sudiwardono menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus suap dari politikus Partai Golkar, Aditya Anugrah Moha.
Kini, kata Hatta, jika ada ketua pengadilan tinggi yang terkena OTT, dia tak segan melepas jabatannya. "Berarti orang yang saya pimpin ini sudah tidak mencintai saya sebagai pimpinan. Buat apa saya bertahan. Silakan diteruskan yang lain," ucapnya.
Dalam catatan Tempo, sepanjang tahun ini ada tiga hakim yang menjadi ditangkap KPK. Mereka ialah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan Merry Purba, dan hakim PN Tangerang Wahyu Widya Nurfitri.