TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, melayangkan surat panggilan eksekusi terhadap terpidana pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Baiq Nuril, dengan dasar petikan putusan kasasi Mahkamah Agung.
Baca juga: Tangis Baiq Nuril dan Vonis Bersalah UU ITE dari MA
"Kalau salinan putusan lengkapnya belum diterima. Jadi, pemanggilan eksekusinya dilakukan dengan dasar petikan, itu saja sudah cukup," kata Kepala Kejari Mataram I Ketut Sumadana di Mataram, Jumat, 16 November 2018.
Petikan putusannya diterima Kejari Mataram pada hari Senin, 12 November 2018. Petikan putusan tersebut berisi tentang amar putusan majelis kasasi Mahkamah Agung pada 26 September 2018.
Oleh karena itu, dengan dasar petikan putusan yang telah diterimanya, Kejari Mataram melayangkan surat panggilan eksekusi pertama kepada Baiq Nuril pada hari Rabu, 14 November 2018.
"Rabu kemarin itu surat panggilan eksekusi pertamanya. Kalau tidak hadir, dipanggil lagi pekan depan. Kalau tidak hadir lagi, pekan depannya lagi akan dilakukan eksekusi paksa," ujarnya.
Langkah pemanggilan tersebut, kata Sumadana, sudah merupakan aturan dari tata hukum acara pidana. Pihak kejaksaan wajib menindaklanjuti sebuah putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Mahkamah Agung melalui majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni pada tanggal 26 September 2018 menjatuhkan vonis hukuman terhadap Baiq Nuril selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis kasasi Mahkamah Agung menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pengadilan Negeri Mataram melalui majelis hakim yang dipimpin Albertus Husada pada tanggal 26 Juli 2017 menyatakan bahwa hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril dengan H. Muslim, mantan Kepala SMAN 7 Mataram, yang diduga mengandung unsur asusila dinilai tidak memenuhi pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008.
Dari fakta persidangan di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan bahwa tidak ada ditemukan data terkait dengan dugaan kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang bermuatan asusila.
Melainkan yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril Maknun saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.
Hal itu disampaikan majelis hakim berdasarkan penilaian hasil pemeriksaan Tim Digital Forensik Subdit IT Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri terhadap barang bukti digital yang disita tim penyidik kepolisian.
Oleh karena itu, barang bukti digital yang salah satunya adalah hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril Maknun dengan H. Muslim dinilai tidak dapat dijadikan dasar bagi penuntut umum dalam menyusun surat dakwaannya.
Baca juga: Kata Juru Bicara MA Soal Putusan Baiq Nuril
Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR mempertanyakan putusan Mahkamah Agung atau MA yang menyatakan Baiq Nuril Maknun bersalah atas sangkaan "mendistribusikan atau mentransmisikan konten kesusilaan" yang tertera dalam pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“ICJR menyesalkan dan mempertanyakan putusan kasasi tersebut dan menunjukkan MA tidak hati – hati dalam memutuskan perkara tersebut. Sedari awal ICJR melakukan pemantauan atas kasus ini dan mengirimkan amicus curiae kepada Pengadilan Negeri Mataram, dan berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa Baiq Nuril tidak dapat dijatuhkan hukuman pidana,” demikian pernyataan tertulis resmi ICJR, Selasa, 13 November 2018.