TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Arief Budiman mengatakan lembaganya akan segera memproses putusan Mahkamah Agung dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai calon anggota DPD. Menurut Arief, KPU harus mengkaji semua putusan secara keseluruhan agar tak tumpang tindih.
Baca: KPU Diskusikan Putusan MA Soal Oso ke Ahli Hukum Tata Negara
"Supaya tindak lanjutnya komprehensif dan tidak saling bertentangan, kami harus mengkaji secara utuh salinan putusan, baik dari Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, maupun dari PTUN," ujar Arief di kantor KPU, Jakarta, Rabu, 14 November 2018.
Sebelumnya, MK mengeluarkan putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018 yang melarang pengurus partai politik menjadi anggota DPD. Putusan itu diimplementasikan dalam Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPD dan membuat Oso, yang telah dalam tahapan pencalonan pemilu, harus dicoret.
Oso kemudian mengajukan gugatan ke MA. MA lalu mengabulkan gugatan Oso dengan alasan PKPU tersebut bertentangan dengan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Selain itu, MA menyebut KPU tak bisa menganggap putusan MK berlaku surut atau berlaku saat dikeluarkan ketika calon anggota DPD telah mengikuti tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2019.
Baca: Bunyi Putusan MA yang Menangkan Gugatan Oso VS KPU
Gugatan Oso lainnya tentang PKPU juga menang di PTUN. Pengadilan menyatakan Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 Tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018 batal. Majelis hakim beralasan putusan MK di tengah tahapan pencalonan pemilu harus berlaku prospektif atau tidak boleh berlaku surut, sehingga baru dapat berlaku di pemilu selanjutnya.
Menurut Arief, KPU akan mengkaji dan meminta saran beberapa ahli hukum tata negara terkait semua putusan pencalonan anggota DPD ini secara komperhensif. Hal ini, ucap dia, bertujuan agar tidak ada lagi perdebatan tentang tindak lanjut yang akan dilakukan KPU. "Termasuk bagaimana membuat putusannya itu supaya tidak punya problem hukum di kemudian hari," katanya.
Tiga putusan lembaga peradilan yang berbeda ini cukup membuat KPU kesulitan dalam menentukan sikap. Arief berpendapat seharusnya ada lembaga khusus agar seluruh problem pemilu dapat diputuskan dalam satu badan peradilan. "Mau itu prosesnya, atau hasilnya. Itu yang seringkali di protes, antarlembaga peradilan bisa memutus yang berbeda-beda," ucapnya.