TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Indonesia menghadapi ancaman keamanan baru yang tidak terlihat namun bersifat masif. "Ancaman itu adalah cyberattack yang muncul dari perkembangan teknologi tinggi," katanya di Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018.
Baca juga: Wiranto Sebut Alasan Pembakaran Bendera Agar Tak Dimanfaatkan HTI
Wiranto mengatakan pemerintah telah mengembangkan langkah menghadapi ancaman serangan siber tersebut. Salah satunya dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pemerintah juga membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 133 Tahun 2017.
Selama 2018, pemerintah telah menangani masalah hoax dan ujaran kebencian. Wiranto mengatakan kasus ujaran kebencian yang telah ditangani mencapai 324 kasus. Sebanyak 152 kasus lainnya sudah diselesaikan.
Sementara untuk kasus hoax, sepanjang tahun ini terdapat 53 kasus yang ditangani. Wiranto mengatakan sebanyak 30 di antaranya sudah selesai.
Wiranto mengatakan terjadi penurunan kejahatan siber dari 2015 hingga 2017, dari 2.788 kejahatan menjadi 1.712 kejahatan. Meskipun pada 2016 kejahatan siber meningkat tajam sebanyak 6.045 kejahatan.
Baca juga: Wiranto: Oknum GP Ansor Tak Mungkin Sengaja Bakar Bendera
Selain serangan siber, ancaman terhadap stabilitas keamanan juga berasal dari pungutan liar. Wiranto mengatakan, pungutan liar tak hanya berdampak kepada kualitas pelayanan masyarakat. Jika dibiarkan, pungutan liar bisa melemahkan daya saing nasional.