TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP Irvanto Hendra Pambudi, Direktur PT Murakabi Sejahtera, mengaku tidak mengetahui soal nama-nama minuman keras sebagai kode untuk pembagian uang imbalan proyek e-KTP ke anggota DPR.
"Saya tidak tahu, soal nama-nama minuman keras," kata Irvanto dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pindana Korupsi, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Oktober 2018
Baca: Bantah Keterangan Saksi, Hakim Tegur Keponakan Setya Novanto
Dalam persidangan e-KTP pada Maret 2018, terungkap fakta adanya nama minuman keras yang dijadikan kode untuk membagikan uang dari imbalan proyek e-KTP. Fakta tersebut disampaikan oleh Muhammad Nur, pegawai PT Murakabi Sejahtera saat bersaksi dalam persidangan.
Menurut Muhammad Nur, nama-nama minuman keras (miras) itu ditulis di amplop yang akan dibagikan. Muhammad Nur mengatakan amplop yang awalnya ditulis merah, kuning, dan biru diganti dengan nama-nama minuman keras. Merah diganti McGuire, kuning diganti Chivas Regal, dan biru untuk Vodka.
Baca juga:
“Pak Irvanto bilang ini buat 'Senayan'. Dia nulis-nulis di kertas lembar dan mengganti warna merah, kuning, biru dengan kode minuman. Ada juga Black Label tapi saya lupa,” kata Nur.
Muhammad Nur mengaku dia melihat mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera itu menuliskan nama-nama minuman tersebut ketika mengirimkan amplop berisi uang untuk yang ketiga kalinya. Amplop tersebut ia bawa ke rumah nenek Irvanto di Jalan Rambutan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Baca: Sidang Setya Novanto, Kode Amplop Duit E-KTP Pakai Nama Miras
Namun keterangan tersebut dibantah oleh Irvanto. Ia menilai keterangan Muhammad Nur itu bohong. "Tidak betul itu pak," kata Irvanto saat ditanya oleh jaksa soal kode minuman keras.
Dalam pusaran korupsi e-KTP, KPK sudah menetapkan Irvanto sebagai tersangka. Irvanto diduga bersama-sama Setya Novanto, Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sugiharjo, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman serta Sugiharto melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam proyek e-KTP.
Selain itu, KPK menyangka Irvanto sejak awal mengikuti proses pengadaan e-KTP melalui perusahaannya yakni, PT Murakabi Sejahtera dan menerima uang sebanyak US$ 3,5 juta dari bancakan proyek e-KTP itu. Dia juga diduga mengetahui adanya permintaan fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP.
Baca: Irvanto Sebut Fayakhun Memintanya Kembalikan Uang E-KTP ke KPK