TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkapkan alasan yang membuat pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla gagal memenuhi janji-janji yang berkaitan dengan hak asasi manusia atau HAM.
"Saya tegaskan, pemerintah Jokowi terlihat tidak menjadikan isu HAM sebagai prioritas. Dikalahkan ambisi pemerintah untuk menggenjot pembangunan infrastruktur," kata Koordinator KontraS, Yati Andriani di kantornya, Jakarta, Jumat, 19 Oktober 2018.
Baca: KontraS Desak Presiden Terpilih Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM
Dengan mengacu pada tiga dokumen yang menjadi tolak ukur KontraS, kata Yati, tidak seluruhnya komitmen Jokowi-JK dalam HAM terpenuhi semua. Dokumen itu di antaranya Nawacita, rencana aksi HAM (Ranham), dan Universal Periodic Review (UPR).
Berdasarkan dokumen Nawacita, ada 17 program atau janji-janji HAM Jokowi-JK. KontraS mencatat ada enam janji yang tidak terpenuhi. Sedangkan 11 janji dipenuhi namun tidak secara utuh.
Komitmen yang dipenuhi umumnya hanya di sektor ekonomi, sosial, dan budaya. "Hanya isu yang dianggap aman buat pemerintah, sensitif, populis untuk masyarakat dilakukan," kata Yati.
Baca: KontraS: 4 Tahun Jokowi - JK Gagal Penuhi Janji Soal HAM
Adapun berdasarkan 46 rencana aksi HAM atau Ranham, Yati mengatakan bahwa lembaganya menemukan sebagian besar komitmen tidak jelas status pencapaiannya. Ia juga mencatat ada empat Ranham yang secara signifikan gagal dijalankan.
Bahkan, kata Yati, target pencapaian Ranham mengalami kemunduran. Misalnya, mengenai pembahasan ratifikasi konvensi menentang penghilangan paksa. Padahal, pada 2010 di zaman Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah sudah menandatangani konvensi tersebut di UN. "Tetapi di masa Jokowi, ini harusnya kan di-follow up dengan meratifikasi. Sampai dengan menjelang akhir periodenya, enggak ada ratifikasi. Itu gagal," ujarnya.
Sedangkan berdasarkan dokumen Universal Periodic Review, Jokowi belum bisa memenuhi penghapusan hukuman mati. Sebab, eksekusi hukuman mati di era Jokowi-JK dilakukan sampai tiga gelombang sejak 2015.
Selain itu, Jokowi-JK dinilai belum memenuhi perlindungan HAM di Papua. Sebab, terdapat 69 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua selama Januari 2010-Februari 2018. Pembunuhan, kata Yati, dilakukan aparat keamanan, baik TNI, Polri maupun Satpol PP.
Janji Jokowi-JK untuk membuka akses jurnalis ke Papua juga dinilai gagal terpenuhi. Pemerintah sempat mengizinkan kunjungan Special Reporter UN untuk Hak atas Kesehatan, Danius Puras. Namun, akses media asing dalam melakukan pemantauan kondisi HAM di Papua tetap tertutup. Bahkan, sejumlah wartawan asing mengalami penangkapan, yaitu dua dari Perancis, 6 dari Jepang, dan 1 orang Polandia.
Baca: Komnas HAM Beri Rapor Merah Penuntasan HAM di era Jokowi