TEMPO.CO, Jakarta-Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) berharap presiden dan wakil presiden terpilih pada 2019 menepati janji pemimpin sebelumnya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Staf Divisi Pemantauan Impunitas Dimas Bagus Arya Saputra mengatakan pemerintahan presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum mampu menyelesaikan satu pun kasus pelanggaran HAM berat. Padahal keduanya tak hanya membawa beban dari pemerintah sebelumnya. Jokowi dan JK juga menjadikan penyelesaian kasus tersebut sebagai janji kampanye.
Baca: Jaksa Agung: Sulit Bawa Pelanggaran HAM Masa Lalu ke Jalur Hukum
"Memang ada wacana-wacana untuk penyelesaian, tapi itu terkesan hanya pemanis untuk para korban agar diberi harapan terus," kata Dimas di Thamrin, Jakarta, Ahad, 30 September 2018.
Dimas mencontohkan hasil pertemuan Jokowi dengan keluarga korban pelanggaran HAM berat di istana beberapa waktu lalu. Jokowi menyatakan akan mengkaji ulang kasus tersebut dan menginstruksikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk menanganinya. Kebijakan itu dirasa kurang tegas dan tak konkret lantaran belum menghasilkan apapun.
Dimas menuturkan masyarakat sipil pegiat HAM bersama korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat akan terus menuntut janji pemerintah untuk menyelesaikan perkara itu. Mereka juga menuntut pemerintah mengembalikan hak para korban. Dalam kebanyakan kasus, korban dan keluarga korban saat ini hidup jauh dari sejahtera.
Simak: Gelar Aksi #MasihIngat, KontraS Desak Penuntasan Pelanggaran HAM
KontraS berharap isu pelanggaran HAM berat tak lagi dijadikan narasi politik sementara untuk mendapatkan jabatan. Dimas mencatat, baik inkumben maupun oposisi masih menggunakan isu tersebut untuk menyerang lawan.
Di satu sisi, calon presiden inkumben masih belum memenuhi janji politiknya meski masa jabatannya hampir habis. Adapun kubu oposisi diduga terlibat sebagai salah satu pelaku pelanggaran HAM berat. Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, nama Prabowo Subianto terbukti bersalah dalam kasus penghilangan paksa 23 orang pada 1997-1998.