TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan penghentian evakuasi korban tewas dan hilang gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi korban dan lapangan. Proses evakuasi akan dihentikan pada 11 Oktober mendatang.
JK mengatakan kondisi korban tewas biasanya sudah berbeda setelah beberapa hari. "Kalau lewat tujuh hari, boleh dibilang kemungkinan hidup itu sudah kecil sekali. Kecuali ada mukjizat," kata dia di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 9 Oktober 2018.
Baca: 1.090 Warga Binaan Lapas di Palu Belum Kembali Pasca-Gempa
Selain itu, sejumlah wilayah terdampak gempa dan tsunami tak memungkinan untuk dijamah. Di daerah yang mengalami likuifaksi misalnya, menjadi bahaya untuk diakses. "Kalau (korban) mau diambil pun berbahaya karena tanahnya labil sekali," ujarnya. Dia mengatakan, alat berat milik Palang Merah Indonesia tenggelam di lokasi tersebut.
Setelah masa evakuasi selesai, pemerintah tetap berfokus kepada pelayanan untuk korban selamat sebagai bagian dari tanggap darurat. Pemerintah kemudian akan memasuki fase rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahap tersebut direncanakan akan dimulai bulan depan.
Baca: BNPB: Jumlah Korban Gempa dan Tsunami Sulteng Capai 2.010 Orang
Pemerintah menetapkan masa tanggap bencana di kawasan Sulawesi Tengah berlaku selama 14 hari, mulai 28 September hingga 11 Oktober 2018. Sejauh ini, BNPB mencatat 2.010 korban meninggal telah berhasil dievakuasi, namun masih ada 671 orang yang dilaporkan hilang. Sementara itu, korban luka-luka yang dirawat 10.679 orang.
Kepala Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan dalam proses evakuasi gempa Palu, jumlah personel yang diterjunkan berjumlah 8.223 orang, terdiri dari 6.338 dari kalangan militer, 1.560 dari sipil dan 325 dari kalangan militer luar negeri. Sementara alat berat yang digunakan dalam upaya evakuasi berjumlah 51 alat berat.
Baca: Polling Tempo: 14 Hari Masa Tanggap Darurat Gempa Palu Tak Cukup